Luhut: Saya Menghormati Ibu Mega sebagai Mantan Bos
Jumat, 10 April 2015 | 13:31 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, ia menghormati Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekrnoputri sebagai mantan atasannya. Hal ini disampaikannya saat ditanya komentarnya terkait pidato politik Megawati dalam pembukaan Kongres IV PDI Perjuangan di Sanur, Bali, pada Kamis (9/4/2015) kemarin. Dalam pidatonya, Megawati menyinggung soal adanya "penumpang gelap" yang memanfaatkan pemerintahan Jokowi.
"Masa saya oportunis. Masa saya prajurit dari bawah oportunis. Saya prajurit yang punya dignity, saya menghormati Ibu Mega sebagai mantan bos saya dan sebagai mantan Presiden RI," ujar Luhut di Gedung Bina Graha, Jumat (10/4/2015).
Beberapa waktu lalu, sejumlah politisi PDI Perjuangan menuding adanya pengaruh orang dalam lingkar Istana yang menjauhkan Jokowi dari partai koalisi. Hal ini membuat hubungan Istana dengan partai Koalisi Indonesia Hebat dikabarkan renggang. Mereka yang disebut lingkar dalam Istana adalah Luhut Panjaitan, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, dan Rini Soemarno. Ketiganya membantah tudingan tersebut.
Sementara itu, terkait ketidakhadirannya dalam Kongres IV PDI Perjuangan, Luhut mengatakan, dia bukan kader partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu meskipun sejumlah menteri Kabinet Kerja terlihat hadir pada pembukaan kongres di Sanur, Bali, Kamis kemarin.
"Saya kan bukan anggota PDI-P," kata Luhut.
Ketika ditanya apakah dia mendapatkan undangan untuk menghadiri Kongres PDI-P, Luhut hanya menjawab singkat, "Sudah dibilang saya bukan kader PDI-P!" kata dia.
"Penumpang gelap"
Pada salah satu bagian pidato politiknya, kemarin, Megawati mengatakan berbagai dinamika pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden yang masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Pemilu secara langsung membawa konsekuensi pengerahan tim kampanye, relawan, dan berbagai kelompok kepentingan dengan mobilisasi sumber daya.
"Semuanya wajar ketika diabdikan untuk pemimpin terbaik bangsa. Namun, praktik yang berlawanan kerap terjadi. Mobilisasi kekuatan tim kampanye sangatlah rentan ditumpangi kepentingan yang menjadi 'penumpang gelap' untuk menguasai sumber daya alam bangsa," ungkap Megawati.
"Kepentingan yang semula hadir dalam wajah kerakyatan mendadak berubah menjadi hasrat kekuasaan. Inilah sisi gelap kekuasaan Saudara-saudara," lanjutnya.
Untuk mencegah terjadinya pemanfaatan kekuasaan untuk kepentingan kelompok tertentu, Megawati meminta pemerintah untuk tangguh dalam melakukan negosiasi kontrak pengelolaan sumber daya alam. Ia mengingatkan bahwa banyak kontrak pengelolaan sumber daya alam di Indonesia yang akan segera berakhir.
"Kini saatnya, dengan kepemimpinan nasional yang baru, kontrak Merah Putih ditegakkan. Demikian pula, badan usaha milik negara harus diperkuat dan menjadi pilihan utama kebijakan politik ekonomi berdikari," kata Megawati.
Megawati juga mengingatkan bahwa dirinya memberikan mandat kepada Jokowi untuk maju dalam pilpres adalah untuk berkomitmen pada ideologi yang berpangkal dari kepemimpinan Trisakti. Konsepsi Trisakti inilah yang dianggap Megawati satu tarikan napas dengan kepentingan yang dijalankan PDI-P.
"Masa saya oportunis. Masa saya prajurit dari bawah oportunis. Saya prajurit yang punya dignity, saya menghormati Ibu Mega sebagai mantan bos saya dan sebagai mantan Presiden RI," ujar Luhut di Gedung Bina Graha, Jumat (10/4/2015).
Beberapa waktu lalu, sejumlah politisi PDI Perjuangan menuding adanya pengaruh orang dalam lingkar Istana yang menjauhkan Jokowi dari partai koalisi. Hal ini membuat hubungan Istana dengan partai Koalisi Indonesia Hebat dikabarkan renggang. Mereka yang disebut lingkar dalam Istana adalah Luhut Panjaitan, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, dan Rini Soemarno. Ketiganya membantah tudingan tersebut.
Sementara itu, terkait ketidakhadirannya dalam Kongres IV PDI Perjuangan, Luhut mengatakan, dia bukan kader partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu meskipun sejumlah menteri Kabinet Kerja terlihat hadir pada pembukaan kongres di Sanur, Bali, Kamis kemarin.
"Saya kan bukan anggota PDI-P," kata Luhut.
Ketika ditanya apakah dia mendapatkan undangan untuk menghadiri Kongres PDI-P, Luhut hanya menjawab singkat, "Sudah dibilang saya bukan kader PDI-P!" kata dia.
"Penumpang gelap"
Pada salah satu bagian pidato politiknya, kemarin, Megawati mengatakan berbagai dinamika pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden yang masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Pemilu secara langsung membawa konsekuensi pengerahan tim kampanye, relawan, dan berbagai kelompok kepentingan dengan mobilisasi sumber daya.
"Semuanya wajar ketika diabdikan untuk pemimpin terbaik bangsa. Namun, praktik yang berlawanan kerap terjadi. Mobilisasi kekuatan tim kampanye sangatlah rentan ditumpangi kepentingan yang menjadi 'penumpang gelap' untuk menguasai sumber daya alam bangsa," ungkap Megawati.
"Kepentingan yang semula hadir dalam wajah kerakyatan mendadak berubah menjadi hasrat kekuasaan. Inilah sisi gelap kekuasaan Saudara-saudara," lanjutnya.
Untuk mencegah terjadinya pemanfaatan kekuasaan untuk kepentingan kelompok tertentu, Megawati meminta pemerintah untuk tangguh dalam melakukan negosiasi kontrak pengelolaan sumber daya alam. Ia mengingatkan bahwa banyak kontrak pengelolaan sumber daya alam di Indonesia yang akan segera berakhir.
"Kini saatnya, dengan kepemimpinan nasional yang baru, kontrak Merah Putih ditegakkan. Demikian pula, badan usaha milik negara harus diperkuat dan menjadi pilihan utama kebijakan politik ekonomi berdikari," kata Megawati.
Megawati juga mengingatkan bahwa dirinya memberikan mandat kepada Jokowi untuk maju dalam pilpres adalah untuk berkomitmen pada ideologi yang berpangkal dari kepemimpinan Trisakti. Konsepsi Trisakti inilah yang dianggap Megawati satu tarikan napas dengan kepentingan yang dijalankan PDI-P.
Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
Penulis | : Sabrina Asril |
Editor | : Inggried Dwi Wedhaswary |
0 Response to " "
Posting Komentar