Jumat, 22 Januari 2016
Nama Helvy Tiana Rosa (45) sudah lama dikenal sebagai penulis novel. Namun, kini, Helvy memiliki profesi baru sebagai produser film yang diangkat dari karya novel larisnya, Ketika Mas Gagah Pergi, yang sudah 46 kali dicetak ulang.
“Sebenarnya saya lebih suka menjadi penulis novel saja daripada menjadi produser film. Namun, ini adalah tantangan yang menarik,” ujar Helvy saat diwawancarai di Jakarta, baru-baru ini.
Dosen di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ini tergerak untuk menjadi produser film karena memiliki beberapa kriteria dan tujuan tersendiri. Ia juga ingin mempertahankan kesan Islami di film yang dibuatnya tersebut.
“Sebelumnya, sudah ada 11 rumah produksi (production house atau PH) yang menawarkan untuk memfilmkan buku ini. Namun, belum ada yang cocok karena saya punya beberapa kriteria. Misalnya, saya ingin pemeran utamanya sama salehnya dengan karakter yang diperankan di film, juga kesehariannya,” paparnya.
Selain itu, ia juga berkomitmen agar 50 persen dari keuntungan yang didapat dari film 'Ketika Mas Gagah Pergi The Movie' akan didonasikan untuk dana sosial dan kemanusiaan melalui Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Di luar itu, apabila tercapai 1 juta penonton, dia ingin agar keuntungan yang didonasikan masing-masing sebesar Rp 1 miliar untuk pendidikan anak-anak di Indonesia bagian timur dan di Palestina. “Para PH (production house) tidak ada yang mau. Mereka bilang, ini kan mau berbisnis, bukan charity (amal),” katanya.
Helvy juga memiliki kriteria lainnya. Dia ingin menghadirkan film religi remaja yang tidak menampilkan adegan pelukan maupun berciuman, ataupun memamerkan bagian tubuh seperti paha.
Akhirnya, atas kepercayaan dari para pembaca dan banyak pihak untuk mengangkat novelnya ke layar lebar, Helvy pun memberanikan diri menjadi produser.
Memulai karier di dunia perfilman, Helvy banyak menerima masukan dari sang adik, Asma Nadia, seorang penulis yang sudah terlebih dahulu berkecimpung di dunia perfilman.
“Orang pertama yang dahulu saya ajarkan menulis adalah Asma. Sekarang untuk film, saya yang belajar darinya. Dia deg-degan, saya jadi produser film, karena tiba-tiba kakaknya yang tidak pernah membuat film langsung menjadi produser,” selorohnya.
Meskipun begitu, menurut dia, Asma selalu mendukung apa yang Helvy lakukan, begitu pula sebaliknya. Salah satu bentuk dukungan Asma dengan mau menjadi cameo di film yang dibuatnya.
“Tidak hanya Asma saja, total ada 30 cameo di film, mulai dari Joshua, Miller Khan, Fendy Chow, Firza Idol, dan Nungki Kusumastuti,” ujar pendiri Forum Lingkar Pena ini.
Dana Pembaca
Terjun langsung sebagai produser dari karya yang telah ia tulis pada 1992, Helvy pun mengaku sempat menemui kesulitan dengan pendanaan untuk film perdananya tersebut. Akhirnya, para pembaca buku ini memutuskan untuk patungan membuat film. Hadir satu gerakan patungan pembaca. Mereka patungan mulai dari Rp 500 dari anak SD hingga ada pula yang menyumbang Rp 100 juta.
Tak hanya berujud uang. Patungan untuk film yang para pemain utamanya dipilih melalui open casting itu juga berupa bantuan lain, seperti banyaknya pihak yang secara suka rela mau memberikan lagu untuk menjadi soundtrack filmnya.
“Alhamdulillah, perjuangan 12 tahun untuk membuat film ini akhirnya selesai. Gerakan patungan ini dimulai pada awal 2015, saya pergi untuk keliling ke 120 kota,” kenangnya.
Helvy pun berharap karya yang akan mulai tayang pada 21 Januari akan menjadi pionir film religi remaja di Indonesia. Selama ini, kebanyakan film religi yang diputar di bioskop mengenai dan bertema keluarga.
Ketika Mas Gagah Pergi merupakan film religi yang hype dan light, serta sangat berjiwa anak muda. Film mengangkat kisah tentang kakak dan adik. Pesan di film ini adalah Islam itu cinta dan indah.
"Semoga film ini bisa ikut membangun karakter anak muda secara umum dan pemuda Muslim khususnya,” harap Helvy.[]
Sumber: beritasatu.com
Nama Helvy Tiana Rosa (45) sudah lama dikenal sebagai penulis novel. Namun, kini, Helvy memiliki profesi baru sebagai produser film yang diangkat dari karya novel larisnya, Ketika Mas Gagah Pergi, yang sudah 46 kali dicetak ulang.
“Sebenarnya saya lebih suka menjadi penulis novel saja daripada menjadi produser film. Namun, ini adalah tantangan yang menarik,” ujar Helvy saat diwawancarai di Jakarta, baru-baru ini.
Dosen di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ini tergerak untuk menjadi produser film karena memiliki beberapa kriteria dan tujuan tersendiri. Ia juga ingin mempertahankan kesan Islami di film yang dibuatnya tersebut.
“Sebelumnya, sudah ada 11 rumah produksi (production house atau PH) yang menawarkan untuk memfilmkan buku ini. Namun, belum ada yang cocok karena saya punya beberapa kriteria. Misalnya, saya ingin pemeran utamanya sama salehnya dengan karakter yang diperankan di film, juga kesehariannya,” paparnya.
Selain itu, ia juga berkomitmen agar 50 persen dari keuntungan yang didapat dari film 'Ketika Mas Gagah Pergi The Movie' akan didonasikan untuk dana sosial dan kemanusiaan melalui Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Di luar itu, apabila tercapai 1 juta penonton, dia ingin agar keuntungan yang didonasikan masing-masing sebesar Rp 1 miliar untuk pendidikan anak-anak di Indonesia bagian timur dan di Palestina. “Para PH (production house) tidak ada yang mau. Mereka bilang, ini kan mau berbisnis, bukan charity (amal),” katanya.
Helvy juga memiliki kriteria lainnya. Dia ingin menghadirkan film religi remaja yang tidak menampilkan adegan pelukan maupun berciuman, ataupun memamerkan bagian tubuh seperti paha.
Akhirnya, atas kepercayaan dari para pembaca dan banyak pihak untuk mengangkat novelnya ke layar lebar, Helvy pun memberanikan diri menjadi produser.
Memulai karier di dunia perfilman, Helvy banyak menerima masukan dari sang adik, Asma Nadia, seorang penulis yang sudah terlebih dahulu berkecimpung di dunia perfilman.
“Orang pertama yang dahulu saya ajarkan menulis adalah Asma. Sekarang untuk film, saya yang belajar darinya. Dia deg-degan, saya jadi produser film, karena tiba-tiba kakaknya yang tidak pernah membuat film langsung menjadi produser,” selorohnya.
Meskipun begitu, menurut dia, Asma selalu mendukung apa yang Helvy lakukan, begitu pula sebaliknya. Salah satu bentuk dukungan Asma dengan mau menjadi cameo di film yang dibuatnya.
“Tidak hanya Asma saja, total ada 30 cameo di film, mulai dari Joshua, Miller Khan, Fendy Chow, Firza Idol, dan Nungki Kusumastuti,” ujar pendiri Forum Lingkar Pena ini.
Dana Pembaca
Terjun langsung sebagai produser dari karya yang telah ia tulis pada 1992, Helvy pun mengaku sempat menemui kesulitan dengan pendanaan untuk film perdananya tersebut. Akhirnya, para pembaca buku ini memutuskan untuk patungan membuat film. Hadir satu gerakan patungan pembaca. Mereka patungan mulai dari Rp 500 dari anak SD hingga ada pula yang menyumbang Rp 100 juta.
Tak hanya berujud uang. Patungan untuk film yang para pemain utamanya dipilih melalui open casting itu juga berupa bantuan lain, seperti banyaknya pihak yang secara suka rela mau memberikan lagu untuk menjadi soundtrack filmnya.
“Alhamdulillah, perjuangan 12 tahun untuk membuat film ini akhirnya selesai. Gerakan patungan ini dimulai pada awal 2015, saya pergi untuk keliling ke 120 kota,” kenangnya.
Helvy pun berharap karya yang akan mulai tayang pada 21 Januari akan menjadi pionir film religi remaja di Indonesia. Selama ini, kebanyakan film religi yang diputar di bioskop mengenai dan bertema keluarga.
Ketika Mas Gagah Pergi merupakan film religi yang hype dan light, serta sangat berjiwa anak muda. Film mengangkat kisah tentang kakak dan adik. Pesan di film ini adalah Islam itu cinta dan indah.
"Semoga film ini bisa ikut membangun karakter anak muda secara umum dan pemuda Muslim khususnya,” harap Helvy.[]
Sumber: beritasatu.com
0 Response to " "
Posting Komentar