Warga Tionghoa Percaya Tahun Monyet Api Baik untuk Ekonomi

Rabu, 3 Februari 2016 | 07:43 WIB
 - Menjelang perayaan Tahun Baru Imlek 2567, umat Konghucu menjalankan rangkaian ibadah. Tidak terkecuali di Surabaya, yakni di Kelenteng Boen Bio, yang pada Selasa malam, 2 Februari 2016, juga dipenuhi jemaah.
 
Ratusan warga Konghucu memadati kelenteng itu beribadah mengantarkan para suci atau dewa ke kahyangan. Mereka meyakini malam itu adalah malam para suci atau dewa kembali ke kahyangan untuk melaporkan semua amal catatan manusia kepada Tuhan.
 
Liem Tiong Yang, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kelenteng Boen Bio, menjelaskan bahwa catatan itu adalah hasil amalan umat manusia selama setahun. “Jadi untuk menghadap kepada Tuhan, para suci atau dewa, pakaiannya harus rapi dan bersih, sehingga saat sembahyang kita juga mengosongkan altar, karena juga akan ada ibadah pembersihan patung,” ujarnya.
 
Liem menambahkan, biasanya dalam ibadah semacam itu para jemaah berdoa meminta keselamatan dan keberkahan rezeki pada tahun mendatang. Mereka juga berharap agar berbagai kesialan pada tahun sebelumnya tidak terulang pada tahun berikutnya.
 
Menurut Liem, tahun depan, yakni Tahun Monyet Api, adalah tahun yang baik untuk perekonomian. Shio tertentu tahun itu juga dianggap bersahabat. Misalnya, mereka yang juga memiliki shio monyet dan berelemen logam.
 
“Karena api itu menghancurkan logam. Jadi keberkahan langit menghancurkan keberkahan bumi. Tapi semuanya bisa dihadapi dan lancar, asalkan yang bersangkutan tetap tenang dan fokus serta selaras dengan alam,” ujar Liem.
 
Kedamaian
 
Peribadatan serupa dilakukan warga Tionghoa di Semarang, Jawa Tengah. Mereka menggelar ritual Siang Sin Giu Hok atau mengantar para dewa menuju khayangan. Ritual yang dihelat di Kelenteng Tay Kak Sie itu dilakukan menyambut tahun baru Monyet Api.
 
Ritual Siang Sin Giu Hok adalah upacara sekali setahun menjelang perayaan Tahun Baru Tionghoa. Upacara dipimpin Pandita Kelenteng Tay Kak Sie, Pratana. Ratusan warga Thionghoa terlihat khidmat memanjatkan doa-doa melalui tradisi khusus.
 
Rangkaian upacara mengantar para dewa ke kahyangan diawali pembacaan Sutra Buddhis dan Taoisme. Umat satu per satu maju ke altar dan mengangkat tangan mereka memanjatkan doa kepada para dewa.
 
Prosesi selanjutnya, Pandita melanjutkan ritual yang disebut Sin Giu Hok. Ia lalu membakar sejumlah kertas sutra di atas nampan. Pembakaran kertas dimaksudkan agar doa-doa dikabulkan para dewa.
 
"Seluruh abu kertas sutra yang terbawa angin ini juga mengantarkan sang dewa naik ke atas kahyangan," ujar Pandita Kelenteng Tay Kak Sie, Pratana.
 
Para warga Thionghoa memercayai bahwa di ujung perayaan Imlek pada Senin, 8 Februari 2016, sang Dewa kembali turun ke Bumi untuk mengabulkan doa yang dipanjatkan umat. Mayoritas warga Thionghoa banyak yang berharap agar bangsa Indonesia selalu diberikan kedamaian pada tahun baru Monyet Api.
 
"Meski bencana alam tetap ada tapi di antara kita jangan ada lagi pertikaian. Semoga bangsa ini selalu diberikan kedamaian," kata Pranata.
 
Ketua Umum Yayasan Kelenteng Tay Kak Sie, Tantowi Hermawan, menjelaskan bahwa upacara itu juga sebagai simbol pembersihan dosa manusia jelang perayaan Imlek. Warga Tionghoa juga memberikan beberapa sesaji yang isinya beragam buah dan kue wajik serta maho.
 
"Buah-buahan ini adalah wujud kelancaran rezeki, keselamatan dan kebaikan bagi umat manusia. Kalau kue merupakan simbol kebersamaan yang erat serta panjang umur," ujarnya.

0 Response to "Warga Tionghoa Percaya Tahun Monyet Api Baik untuk Ekonomi"

Posting Komentar