27 Februari 2016
ZURICH.
Skandal sepakbola yang menimpa anggota komite audit dan kepatuhan FIFA,
membuat organisasi sepakbola internasional ini defisit US$ 108 juta
untuk neraca keuangan tahun 2015. Kredibilitas FIFA jatuh setelah
pimpinan organisasi itu tersangkut kasus korupsi.
Seperti dilansir Reuters, tahun lalu, beberapa pucuk pimpinan FIFA didakwa atas kasus pemerasan, pencucian uang dan suap di Amerika Serikat (AS).
Selanjutnya, pada Juli 2015, mantan Sekretaris Jenderal FIFA, Jerome Valcke menegaskan, sulit memperbarui kesepakatan sponsor dan tidak akan ada penawaran besar yang diumumkan sampai pemilihan presiden FIFA yang baru menggantikan Sepp Blatter pada 26 Februari 2016.
"Dalam hal keuangan, saya katakan situasinya sangat kritis. Karena, untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir, keuangan FIFA menunjukkan defisit sekitar US$ 108 juta pada tahun lalu. Ini fakta," ujar Suketu Patel, salah satu anggota komite audit dan kepatuhan independen yang mengkaji keuangan FIFA dan yang merilis laporan keuangan secara terbuka untuk pertama kalinya.
Patel yang juga menjabat sebagai Wakil Presiden Konfederasi Sepakbola Africa (CAF) menegaskan, defisit yang dialami FIFA dikarenakan kekurangan pendapatan anggaran dan kontrak yang diteken sebesar US$ 530 juta yang timbul dari kurangnya kredibilitas. "Tidak ada pilihan selain memastikan di FIFA, kami bisa melakukan ini dengan benar," terang dia.
Seorang juru bicara FIFA mengungkapkan, saat ini, laporan keuangan tahun 2015 sedang dikaji dan akan segera diumumkan pada Maret 2016 mendatang. Sejatinya FIFA sendiri sudah memperkirakan masa kritis ini. FIFA bahkan sempat meramal potensi defisit US$ 5 juta. Namun, pada kenyataannya, defisit yang dialami FIFA malah melampaui angka tersebut.
Mengganti presiden FIFA
Dampak dari skandal kasus korupsi petingginya dan defisit neraca keuangan organisasi sepakbola terbesar ini, FIFA akan menghadapi pergantian kepemimpinan. Sebanyak 200 delegasi lebih dari berbagai negara akan memilih presiden FIFA yang baru menggantikan Sepp Blatter. Calon presiden FIFA baru nantinya diminta mengungkapkan pendapatan mereka.
Nama-nama seperti Sheikh Salman bin Ebrahim Al Khalifa, Presiden Konfederasi Sepakbola Asia (AFC) dan Gianni Infantino, Sekretaris Jenderal UEFA Swiss diramalkan akan berlomba meraih dukungan. Ali bin Al Hussein, Pangeran Yordania, juga tak mau ketinggalan.
"Saya merasa baik dan sangat positif. Dukungan yang saya terima mengisi saya dengan kepercayaan diri yang baik," imbuh Infantino kepada Reuters, kemarin.
Afrika dikabarkan menjadi penentu. Dengan tidak adanya blok suara dari 35 delegasi, keputusan Afrika tampaknya akan menjadi faktor kunci. Negara-negara Afrika membuat lebih dari seperempat 207 asosiasi sepakbola memenuhi syarat untuk pemilihan.
Sementara, wakil presiden federasi benua mereka meyakini, semua delegasi akan memilih Sheikh Salman. Namun, beberapa delegasi mengatakan kepada Reuters, suara Afrika akan dibagi.
Infantino meyakini akan memenangkan lebih dari setengah suara orang-orang Afrika. Sementara, Musa Bility, kepala sepakbola Liberia meramalkan skenario kemungkinan 27 suara di wilayah ini akan mendukung pangeran Yordania.
"Dunia sedang menunggu dan menonton. Ini adalah tonggak terbesar dalam sejarah FIFA dan akan memutuskan apakah FIFA berjalan seperti yang kita inginkan atau justru merosot lebih dalam," kata Ali, pangeran Yordania.
Tokyo Sexwale, delegasi dari Afrika Selatan menegaskan, pihaknya ingin membangun kembali FIFA yang telah rusak. Ia menyebut FIFA sebagai badan dan merek yang rusak saat ini. Meski demikian, ia mengakui merasakan kehilangan teman-teman yang terlibat skandal tersebut.
Sementara, Infantino kembali menyuarakan usulnya agar setiap anggota FIFA berinvestasi sebesar US$ 5 juta selama empat tahun. Angka ini naik dua kali lipat dari yang masing-masing federasi pernah dapatkan pada periode 2011-2014. Hal ini dilakukan untuk mengatasi struktur biaya di FIFA.
Skandal korupsi FIFA terbongkar tahun lalu setelah menangkap delegasi di sebuah hotel mewah di Swiss. Investigasi kriminal yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Swiss menyebutkan bahwa pemberian hak siar dan hak pemasaran telah menguntungkan olahraga paling populer di dunia ini.
Mereka juga memeriksa proses pemilihan tempat penyelenggaraan piala dunia tahun berikutnya yang memutuskan menempatkan perhelatan terpopuler tersebut di Rusia dan Qatar. "Saya mendorong Anda untuk mendukung reformasi secara penuh disini, minggu ini," tutur Issa Hayatou.
Seperti dilansir Reuters, tahun lalu, beberapa pucuk pimpinan FIFA didakwa atas kasus pemerasan, pencucian uang dan suap di Amerika Serikat (AS).
Selanjutnya, pada Juli 2015, mantan Sekretaris Jenderal FIFA, Jerome Valcke menegaskan, sulit memperbarui kesepakatan sponsor dan tidak akan ada penawaran besar yang diumumkan sampai pemilihan presiden FIFA yang baru menggantikan Sepp Blatter pada 26 Februari 2016.
"Dalam hal keuangan, saya katakan situasinya sangat kritis. Karena, untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir, keuangan FIFA menunjukkan defisit sekitar US$ 108 juta pada tahun lalu. Ini fakta," ujar Suketu Patel, salah satu anggota komite audit dan kepatuhan independen yang mengkaji keuangan FIFA dan yang merilis laporan keuangan secara terbuka untuk pertama kalinya.
Patel yang juga menjabat sebagai Wakil Presiden Konfederasi Sepakbola Africa (CAF) menegaskan, defisit yang dialami FIFA dikarenakan kekurangan pendapatan anggaran dan kontrak yang diteken sebesar US$ 530 juta yang timbul dari kurangnya kredibilitas. "Tidak ada pilihan selain memastikan di FIFA, kami bisa melakukan ini dengan benar," terang dia.
Seorang juru bicara FIFA mengungkapkan, saat ini, laporan keuangan tahun 2015 sedang dikaji dan akan segera diumumkan pada Maret 2016 mendatang. Sejatinya FIFA sendiri sudah memperkirakan masa kritis ini. FIFA bahkan sempat meramal potensi defisit US$ 5 juta. Namun, pada kenyataannya, defisit yang dialami FIFA malah melampaui angka tersebut.
Mengganti presiden FIFA
Dampak dari skandal kasus korupsi petingginya dan defisit neraca keuangan organisasi sepakbola terbesar ini, FIFA akan menghadapi pergantian kepemimpinan. Sebanyak 200 delegasi lebih dari berbagai negara akan memilih presiden FIFA yang baru menggantikan Sepp Blatter. Calon presiden FIFA baru nantinya diminta mengungkapkan pendapatan mereka.
Nama-nama seperti Sheikh Salman bin Ebrahim Al Khalifa, Presiden Konfederasi Sepakbola Asia (AFC) dan Gianni Infantino, Sekretaris Jenderal UEFA Swiss diramalkan akan berlomba meraih dukungan. Ali bin Al Hussein, Pangeran Yordania, juga tak mau ketinggalan.
"Saya merasa baik dan sangat positif. Dukungan yang saya terima mengisi saya dengan kepercayaan diri yang baik," imbuh Infantino kepada Reuters, kemarin.
Afrika dikabarkan menjadi penentu. Dengan tidak adanya blok suara dari 35 delegasi, keputusan Afrika tampaknya akan menjadi faktor kunci. Negara-negara Afrika membuat lebih dari seperempat 207 asosiasi sepakbola memenuhi syarat untuk pemilihan.
Sementara, wakil presiden federasi benua mereka meyakini, semua delegasi akan memilih Sheikh Salman. Namun, beberapa delegasi mengatakan kepada Reuters, suara Afrika akan dibagi.
Infantino meyakini akan memenangkan lebih dari setengah suara orang-orang Afrika. Sementara, Musa Bility, kepala sepakbola Liberia meramalkan skenario kemungkinan 27 suara di wilayah ini akan mendukung pangeran Yordania.
"Dunia sedang menunggu dan menonton. Ini adalah tonggak terbesar dalam sejarah FIFA dan akan memutuskan apakah FIFA berjalan seperti yang kita inginkan atau justru merosot lebih dalam," kata Ali, pangeran Yordania.
Tokyo Sexwale, delegasi dari Afrika Selatan menegaskan, pihaknya ingin membangun kembali FIFA yang telah rusak. Ia menyebut FIFA sebagai badan dan merek yang rusak saat ini. Meski demikian, ia mengakui merasakan kehilangan teman-teman yang terlibat skandal tersebut.
Sementara, Infantino kembali menyuarakan usulnya agar setiap anggota FIFA berinvestasi sebesar US$ 5 juta selama empat tahun. Angka ini naik dua kali lipat dari yang masing-masing federasi pernah dapatkan pada periode 2011-2014. Hal ini dilakukan untuk mengatasi struktur biaya di FIFA.
Skandal korupsi FIFA terbongkar tahun lalu setelah menangkap delegasi di sebuah hotel mewah di Swiss. Investigasi kriminal yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Swiss menyebutkan bahwa pemberian hak siar dan hak pemasaran telah menguntungkan olahraga paling populer di dunia ini.
Mereka juga memeriksa proses pemilihan tempat penyelenggaraan piala dunia tahun berikutnya yang memutuskan menempatkan perhelatan terpopuler tersebut di Rusia dan Qatar. "Saya mendorong Anda untuk mendukung reformasi secara penuh disini, minggu ini," tutur Issa Hayatou.
0 Response to "FIFA hadapi defisit US$ 108 juta pada tahun lalu"
Posting Komentar