Rabu, 17 Februari 2016 / 07:21 WIB
JAKARTA. Kapitalisasi saham emiten perbankan
terus membesar. Bahkan, emiten bank Tanah Air lebih unggul dibandingkan
perbankan di tingkat regional.
Lihat saja, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) telah menggusur DBS Group Holdings Ltd dari posisi puncak untuk nilai kapitalisasi pasar saham terbesar di wilayah Asia Tenggara. Prospek emiten bank tahun ini juga lebih baik dibandingkan tahun lalu.
Di dalam negeri BBCA memang menjadi bank dengan market cap terbesar, yakni mencapai Rp 327 triliun per 16 Februari 2015. Tempat kedua adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan market cap senilai Rp 291 triliun.
Kemudian Bank Mandiri Tbk (BMRI) memiliki market cap Rp 225 triliun dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar Rp 100 triliun. Para analis memperkirakan pertumbuhan emiten bank di dalam negeri akan lebih pesat dibandingkan bank di kawasan Asia Tenggara.
Andy Wibowo Gunawan, Analis Sucorinvest Central Gani, menilai, keunggulan emiten perbankan di Indonesia terletak pada net interest margin (NIM) yang tinggi. Pembangunan infrastruktur yang makin gencar di dalam negeri membuat perbankan berpotensi mengalami pertumbuhan lebih kuat tahun ini.
Sejak awal tahun, penyerapan belanja infrastruktur sudah mulai berjalan. Perbankan BUMN akan menjadi perpanjangan tangan pemerintah untuk mendukung pendanaan di berbagai proyek prioritas.
"Ekonomi diperkirakan membaik, yang akan turut mendorong pertumbuhan kredit," ujar Andy.
Pertumbuhan tinggi akan dialami bank yang lebih banyak mengucurkan kredit ke sektor korporasi. Di sisi lain, suku bunga Bank Indonesia (BI) yang melandai menguntungkan bank. Minat sektor riil untuk meminjam dana ke bank makin besar.
"Kami memprediksi BI rate masih bisa turun 25 basis poin lagi pada kuartal pertama tahun ini," prediksi Andy.
Kenaikan market cap emiten perbakan juga disebabkan karena harga saham emiten bank masih relatif terjaga. Cost of fund bank juga jadi lebih landai karena penurunan BI rate. Andy memprediksi pertumbuhan kredit bank bisa mencapai 10%–12% pada tahun ini.
Sementara itu, analis First Asia Capital David Sutyanto mengatakan, pembangunan infrastruktur memang menjadi kekuatan bank untuk tumbuh. Perusahaan konstruksi bakal banyak menggalang pendanaan dari perbankan.
Bank-bank besar pun berpotensi membukukan laba tinggi. "Basis penduduk yang besar juga menyebabkan emiten bank kita lebih unggul di kawasan ASEAN," ungkap David.
Risiko Perbankan
Namun, masih ada risiko yang mengintai. Penurunan harga minyak yang menyeret perusahaan komoditas membuat kredit macet di sektor komoditas cukup tinggi. Selain itu, menurut David, tingkat BI rate saat ini masih tergolong tinggi. Sehingga BI perlu kembali menurunkan suku bunganya.
Taye Shim, Kepala Riset KDB Daewoo Securities Indonesia, memperkirakan, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) masih akan menunda kenaikan suku bunganya.
Namun, Taye hanya menjagokan dua emiten perbankan, yakni BMRI dan BBNI. Menurut dia, BMRI memiliki basis yang kuat untuk bertumbuh pada tahun ini karena memiliki eksposur kredit ke segmen korporasi.
Sementara itu, BBNI diprediksi akan menjadi bank yang difokuskan pemerintah untuk mendanai berbagai proyek infrastruktur. Sedangkan Andy lebih memilih saham BMRI dan BBRI. Adapun David merekomendasikan empat saham bank pelat merah yakni BMRI, BBTN, BBNI dan BBRI.
Lihat saja, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) telah menggusur DBS Group Holdings Ltd dari posisi puncak untuk nilai kapitalisasi pasar saham terbesar di wilayah Asia Tenggara. Prospek emiten bank tahun ini juga lebih baik dibandingkan tahun lalu.
Di dalam negeri BBCA memang menjadi bank dengan market cap terbesar, yakni mencapai Rp 327 triliun per 16 Februari 2015. Tempat kedua adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan market cap senilai Rp 291 triliun.
Kemudian Bank Mandiri Tbk (BMRI) memiliki market cap Rp 225 triliun dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar Rp 100 triliun. Para analis memperkirakan pertumbuhan emiten bank di dalam negeri akan lebih pesat dibandingkan bank di kawasan Asia Tenggara.
Andy Wibowo Gunawan, Analis Sucorinvest Central Gani, menilai, keunggulan emiten perbankan di Indonesia terletak pada net interest margin (NIM) yang tinggi. Pembangunan infrastruktur yang makin gencar di dalam negeri membuat perbankan berpotensi mengalami pertumbuhan lebih kuat tahun ini.
Sejak awal tahun, penyerapan belanja infrastruktur sudah mulai berjalan. Perbankan BUMN akan menjadi perpanjangan tangan pemerintah untuk mendukung pendanaan di berbagai proyek prioritas.
"Ekonomi diperkirakan membaik, yang akan turut mendorong pertumbuhan kredit," ujar Andy.
Pertumbuhan tinggi akan dialami bank yang lebih banyak mengucurkan kredit ke sektor korporasi. Di sisi lain, suku bunga Bank Indonesia (BI) yang melandai menguntungkan bank. Minat sektor riil untuk meminjam dana ke bank makin besar.
"Kami memprediksi BI rate masih bisa turun 25 basis poin lagi pada kuartal pertama tahun ini," prediksi Andy.
Kenaikan market cap emiten perbakan juga disebabkan karena harga saham emiten bank masih relatif terjaga. Cost of fund bank juga jadi lebih landai karena penurunan BI rate. Andy memprediksi pertumbuhan kredit bank bisa mencapai 10%–12% pada tahun ini.
Sementara itu, analis First Asia Capital David Sutyanto mengatakan, pembangunan infrastruktur memang menjadi kekuatan bank untuk tumbuh. Perusahaan konstruksi bakal banyak menggalang pendanaan dari perbankan.
Bank-bank besar pun berpotensi membukukan laba tinggi. "Basis penduduk yang besar juga menyebabkan emiten bank kita lebih unggul di kawasan ASEAN," ungkap David.
Risiko Perbankan
Namun, masih ada risiko yang mengintai. Penurunan harga minyak yang menyeret perusahaan komoditas membuat kredit macet di sektor komoditas cukup tinggi. Selain itu, menurut David, tingkat BI rate saat ini masih tergolong tinggi. Sehingga BI perlu kembali menurunkan suku bunganya.
Taye Shim, Kepala Riset KDB Daewoo Securities Indonesia, memperkirakan, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) masih akan menunda kenaikan suku bunganya.
Namun, Taye hanya menjagokan dua emiten perbankan, yakni BMRI dan BBNI. Menurut dia, BMRI memiliki basis yang kuat untuk bertumbuh pada tahun ini karena memiliki eksposur kredit ke segmen korporasi.
Sementara itu, BBNI diprediksi akan menjadi bank yang difokuskan pemerintah untuk mendanai berbagai proyek infrastruktur. Sedangkan Andy lebih memilih saham BMRI dan BBRI. Adapun David merekomendasikan empat saham bank pelat merah yakni BMRI, BBTN, BBNI dan BBRI.
0 Response to "Menimbang prospek saham perbankan "
Posting Komentar