Rabu, 17 Februari 2016, 07:00 WIB
Pemprov DKI Jakarta terus berupaya melakukan penggusuran lokalisasi pelacuran di Ibu Kota. Setelah Kramat Tunggak yang sukses diubah menjadi Islamic Center, kini penggusuran lokasi pemuas syahwat tersebut menyasar kawasan Kalijodo.
Sebelum isu penggusuran Kalijodo bergaung, lokalisasi pekerja seks komersil (PSK) di Boker, Cijantung, Jakarta Timur, juga akan mengalami nasib serupa. Rencana itu menjadi cerminan Pemprov DKI pimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama terus berupaya mengubah 'daerah hitam' menjadi 'daerah putih' seperti yang dilakukan di Kramat Tunggak dengan Islamic Centre-nya.
Istilah pelacur kini sudah dilunakkan sebutannya jadi wanita tuna susila (WTS) atau PSK. Padahal, dalam bahasa Betawi lama sendiri tidak dikenal istilah pelacur, apalagi WTS dan PSK.
Perkataan yang maksudnya serupa seperti cabo untuk wanita semacam ini berasal dari bahasa Cina, dan moler berasal dari Portugis. Dengan kata lain, kata budayawan Betawi Ridwan Saidi, dalam sejarah Betawi --pada mulanya tidak dikenal pekerjaan serupa-- baik masa pra Islam maupun di masa Islam.
0 Response to "Menyibak Tabir Sejarah Bisnis Prostitusi di Jakarta"
Posting Komentar