Jokowi cilaka dua belas. Satu persatu aset negara
jatuh ke tangan asing. Kalau dulu negara kehilangan aset seperti
Indosat, kapal tanker Pertamina, dan lain lain, kini kita kembali
kehilangan bandara Halim Perdanakusuma di tangan pemerintah yang lahir
dari partai politik nasionalis.
Tidak tanggung tanggung, kali ini yang diambil asing adalah aset
pertahanan strategies TNI Angkatan Udara yakni bandara. Perusahaan yang
mengambil pun adalah perusahaan penerbangan swasta Lion Air yang diduga
adalah milik negara tetangga yang mau bangkrut yakni Singapura. Proses
ini terjadi setelah Lion Air memenangkan sengketa atas Bandara Halim
Perdanakusuma di Mahkamah Agung (MA) melawan Koperasi TNI Angkatan
Utara dan PT Angkasa Pura.
Lion Air akan menjadi air mata bagi bangsa Indonesia. Perusahaan ini
cepat atau lambat akan menjadi pukulan telak yang akan melumpuhkan
kedaualatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ketahanan sektor
penerbangan.
Bagaimana tidak perusahaan ini mewariskan beban yang luar biasa besar
bagi ekonomi Indonesia. Perusahaan Lion Air bagaikan vacuum cleaner akan
menyedot ekonomi rakyat Indonesia untuk dikirimkan ke Singapura,
Amerika dan Eropa. Perusahaan yang dibangun dengan utang segunung telah
digaransi oleh pemerintah melalui skema export credit agencies (ECA).
Berapa utang perusahaan yang dijamin oleh pemerintah ini? Yakni
seluruh Utang yang digunakan untuk pembelian pesawat Boeing dan Airbus.
Sebagaimana diketahui bahwa PT. Lion Mentari Airlines telah mendapatkan
utang dalam bentuk 230 pesawat dari Boeing Co Amerika Serikat senilai
USD 22.4 miliar dan 234 Airbus jet dari Eropa senilai USD 24 miliar
dolar. Sebuah pinjaman tanpa studi kelayakan sama sekali, apakah ini
layak untuk Indonesia atau tidak.
Dengan demikian utang perusahaan Lion yang dijamin oleh pemerintah
Indonesia atas segala resiko operasi dan politik mencapai Rp. 603
triliun lebih pada tingkat kurs sekarang! Utang yang tidak akan sanggup
dibayarkan oleh seluruh penumpang pesawat terbang di negeri ini. Utang
dengan skema ECA adalah utang yang sangat beresiko sehingga negara
menjaminnya.
Suatu hari jika terjadi provokasi yang berlanjut pada sengketa antara
Lion Air dengan pemerintah Indonesia, yang kemudian membawa resiko bagi
operasi Lion Air, maka itu akan menjadi kesempatan emas bagi Lion untuk
mengubah utang mereka menjadi utang pemerintah Indonesia sebagaimana
perjanjian export credit agencies (ECA) dengan alasan pemerintah tidak
menjalankan prinsip investment protection.
Itulah mengapa Lion Air akan jadi pemenang dalam dispute/sengketa
dengan pemerintah Indonesia sebagaimana terjadi baru baru ini. Sengketa
dan arbitrase selalu menjadi alat korporasi untuk memeras pemerintah
negara lemah. Dan sekali lagi Jokowi menjadi korban perjanjian
internasional yang tidak dikenalinya. [ts]
Salamuddin Daeng (AEPI)
0 Response to "Satu Persatu Aset Negara Jatuh ke Tangan Asing. Dulu Kehilangan Indosat, Kini Kehilangan Bandara"
Posting Komentar