Penarikan dana darurat (DDO -- deffered drawdown option) oleh rezim Jokowi adalah onrechtsmatighaidaad
(Perbuatan Melawan Hukum). Dana ini alokasinya menurut Presiden
Negarawan Center DR Johan Silalahi MH di Seminar Soekarno Hatta Institut
kemarin, jumlahnya 5 miliar USD. Saya juga membaca kasus ini di website
World Bank.
PMH nya adalah kesalahan peruntukan. Dana DDO itu peruntukannya menurut
Salamudin Daeng hanya dua. Yaitu untuk 1. Krisis Keuangan dan 2. Krisis
Bencana Alam. Tak ada pengumuman pemerintah bahwa Indonesia mengalami
keduanya dalam kurun setahun terakhir. Apakah pemerintah bisa
menggunakan diskresi yang bisa mengubah peruntukannya, ujar Denny Cilah.
Menurut saya, tak bisa. Istilah fall yang digunakan World Bank
itu cukup jelas. Dana itu telah terlebih dahulu dipagari konstruksi
kategori "untuk krisis". Mengubah peruntukan menurut UU no 17 tentang
Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara, UU Bendahara Negara, dan
UU Akuntansi Negara adalah korupsi. Status dana DDO itu adalah dana
milik negara yang ditempatkan di ADB.
Hemat saya kita segera ajukan Gugatan PMHnya ke pengadilan. Karena
pencairan dana DDO itu menyimpang, pasti ada "talangnya". Kita bisa
menduga kuat terjadi korupsi, minimal excess du pavoir (penyalahgunaan wewenang) dan detournament du pavoir (penyalahgunaan kekuasaan) dan tort (pidana).
World Bank sendiri mengemukakan contoh soal. Yaitu Rezim SBY pernah
mencairkan dana tersebut tahun 2008. Setahu saya, memang terjadi krisis
moneter tahun itu, yang meninggalkan kasus Bank Century.
Siaran World Bank itu menunjukkan ketidakberesan penggunaan oleh
pemerintah. Jelas untuk menggunakan dana DDO itu, harus didahului dengan
deklatari krisis. Padanannya sama dengan prasyarat penerbitan Perppu,
harus didului pernyataan krisis dan dilaporkan kepada DPR. [ts]
0 Response to " SBY Pernah Cairkan Dana Darurat karena Krisis Moneter 2008, Jokowi Cairkan Dana Darurat untuk Apa?"
Posting Komentar