Selasa, 2 Februari 2016 | 23:07 WIB
Pimpinan KPK periode 2015-2019
Termasuk di antaranya mengenai batasan nilai korupsi yang dapat
diusut KPK, keberadaan Dewan Pengawas, status penyelidik dan penyidik
KPK, teknis penyadapan, hingga terkait kewenangan KPK untuk mengeluarkan
Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Poin-poin yang diusulkan untuk direvisi antara lain adalah :
1. Batasan Perkara yang Bisa Diusut KPK
Pada Pasal 11 ayat 1 huruf b, tercatat bahwa KPK hanya bisa mengusut perkara korupsi yang menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp25 miliar. Aturan yang saat ini berlaku menyebut bahwa batas itu paling sedikit hanya Rp1 miliar.
2. Kewenangan Penyadapan
Pasal 12 A ayat 1 huruf b menyebutkan bahwa penyadapan dapat dilakukan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas. Sementara itu, pada ayat 3 menyebut bahwa penyadapan dilakukan paling lama 3 bulan sejak izin diterima, dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu yang sama.
Pasal 12 B ayat 1 menyatakan bahwa saat penyadapan dapat dilakukan tanpa izin pengawasan. Namun izin tetap harus diminta paling lama 1x24 jam setelah dilakukan penyadapan.
Saat ini aturan yang berlaku dalam UU KPK hanya menyebut bahwa KPK berwenang melakukan dan merekam pembicaraan saja.
3. Dewan Pengawas
Pasal 37 A menyebut bahwa dalam rangka pengawasan, pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, dibentuk Dewan Pengawas yang sifatnya mandiri. Dewan Pengawas terdiri atas 5 orang yang dipilih dan diangkat oleh Presiden. Ketentuan mengenai Dewan Pengawas diatur dengan Peraturan Presiden.
Saat ini, Pasal 37 A hanya mengatur mengenai keberadaan Tim Penasihat.
4. Kewenangan Menerbitkan SP3
Pasal 40 versi revisi mengatur mengenai kewenangan KPK untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi.
Sementara itu, pada UU yang berlaku saat ini, menyebutkan bahwa KPK tidak berwenang untuk mengeluarkan surat perintah tersebut.
5. Penyelidik dan Penyidik Independen
Pasal 43 ayat 1 menyebutkan bahwa Penyelidik KPK merupakan penyelidik yang diperbantukan dari Kepolisian RI. Pada ayat 2 disebut bahwa penyelidik tersebut diangkat dan diberhentikan pimpinan KPK atas usulan kepolisian.
Sementara itu, Pasal 45 ayat 1 menyebutkan bahwa penyidik merupakan penyidik yang diperbantukan dari kepolisian, kejaksaan, dan penyidik PNS yang diberikan wewenang khusus oleh undang-undang.
Pada ayat 2 pasal tersebut disebutkan bahwa Penyidik tersebut diangkat dan diberhentikan Pimpinan KPK atas usulan Kepolisian atau Kejaksaan.
Aturan yang saat ini berlaku hanya menyebutkan bahwa penyelidik dan penyidik KPK adalah yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK.
Mantan Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, Indriyanto Seno Adji mengaku bahwa dia pernah diminta masukan oleh pemerintah ketika masih menjabat. Menurut Anto, ada beberapa poin yang menjadi masukan dari pihak KPK kepada pemerintah.
Beberapa masukan tersebut diketahui tidak sesuai dengan draf usulan revisi tersebut, seperti misalnya kewenangan mengeluarkan SP3. Anto menyebut seharusnya SP3 dapat dikeluarkan, namun dalam kondisi tertentu. Sementara pada draf tidak diatur mengenai kondisi tertentu tersebut.
"Misalnya dalam tahap penyidikan atau penuntutan ternyata tersangka/terdakwa meninggal dunia atau permanent brain damage yang sudah dinyatakan unfit to stand trial," kata Anto dalam pesan singkatnya.
Tidak hanya itu, Anto juga menyarankan tidak ada pembatasan dalam penyadapan, dan hanya mengatur mengenai mekanisme secara regulatif saja. "Sama sekali tidak perlu persetujuan DP," tegas Anto.
Terkait Dewan Pengawas, Anto menyebut keberadaannya sama sekali tidak boleh mengintervensi pada tugas pokok dan fungsi pimpinan. Terakhir, Anto menyebut perlunya untuk mengatur pengangkatan penyelidik dan penyidik independen.
"Kalau masukan dari saya, saya jamin pasti itu memperkuat KPK kok. Saya belum paham apakah 4 usulan itu berubah karena inisiatif DPR dan ini yang harus dicermati publik untuk perjalanan pembahasan di DPR yang sering meluas tanpa arah dan konsep awal," papar Anto.
Anto kembali menegaskan bahwa pada prinsipnya KPK telah sepakat dengan pemerintah akan menolak revisi jika akan mengarah pada pelemahan. "Pemerintah dan KPK akan menolak pembahasan bila DPR akan melemahkan KPK melalui revisi tersebut," ujarnya.
Poin-poin yang diusulkan untuk direvisi antara lain adalah :
1. Batasan Perkara yang Bisa Diusut KPK
Pada Pasal 11 ayat 1 huruf b, tercatat bahwa KPK hanya bisa mengusut perkara korupsi yang menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp25 miliar. Aturan yang saat ini berlaku menyebut bahwa batas itu paling sedikit hanya Rp1 miliar.
2. Kewenangan Penyadapan
Pasal 12 A ayat 1 huruf b menyebutkan bahwa penyadapan dapat dilakukan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas. Sementara itu, pada ayat 3 menyebut bahwa penyadapan dilakukan paling lama 3 bulan sejak izin diterima, dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu yang sama.
Pasal 12 B ayat 1 menyatakan bahwa saat penyadapan dapat dilakukan tanpa izin pengawasan. Namun izin tetap harus diminta paling lama 1x24 jam setelah dilakukan penyadapan.
Saat ini aturan yang berlaku dalam UU KPK hanya menyebut bahwa KPK berwenang melakukan dan merekam pembicaraan saja.
3. Dewan Pengawas
Pasal 37 A menyebut bahwa dalam rangka pengawasan, pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, dibentuk Dewan Pengawas yang sifatnya mandiri. Dewan Pengawas terdiri atas 5 orang yang dipilih dan diangkat oleh Presiden. Ketentuan mengenai Dewan Pengawas diatur dengan Peraturan Presiden.
Saat ini, Pasal 37 A hanya mengatur mengenai keberadaan Tim Penasihat.
4. Kewenangan Menerbitkan SP3
Pasal 40 versi revisi mengatur mengenai kewenangan KPK untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi.
Sementara itu, pada UU yang berlaku saat ini, menyebutkan bahwa KPK tidak berwenang untuk mengeluarkan surat perintah tersebut.
5. Penyelidik dan Penyidik Independen
Pasal 43 ayat 1 menyebutkan bahwa Penyelidik KPK merupakan penyelidik yang diperbantukan dari Kepolisian RI. Pada ayat 2 disebut bahwa penyelidik tersebut diangkat dan diberhentikan pimpinan KPK atas usulan kepolisian.
Sementara itu, Pasal 45 ayat 1 menyebutkan bahwa penyidik merupakan penyidik yang diperbantukan dari kepolisian, kejaksaan, dan penyidik PNS yang diberikan wewenang khusus oleh undang-undang.
Pada ayat 2 pasal tersebut disebutkan bahwa Penyidik tersebut diangkat dan diberhentikan Pimpinan KPK atas usulan Kepolisian atau Kejaksaan.
Aturan yang saat ini berlaku hanya menyebutkan bahwa penyelidik dan penyidik KPK adalah yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK.
Mantan Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, Indriyanto Seno Adji mengaku bahwa dia pernah diminta masukan oleh pemerintah ketika masih menjabat. Menurut Anto, ada beberapa poin yang menjadi masukan dari pihak KPK kepada pemerintah.
Beberapa masukan tersebut diketahui tidak sesuai dengan draf usulan revisi tersebut, seperti misalnya kewenangan mengeluarkan SP3. Anto menyebut seharusnya SP3 dapat dikeluarkan, namun dalam kondisi tertentu. Sementara pada draf tidak diatur mengenai kondisi tertentu tersebut.
"Misalnya dalam tahap penyidikan atau penuntutan ternyata tersangka/terdakwa meninggal dunia atau permanent brain damage yang sudah dinyatakan unfit to stand trial," kata Anto dalam pesan singkatnya.
Tidak hanya itu, Anto juga menyarankan tidak ada pembatasan dalam penyadapan, dan hanya mengatur mengenai mekanisme secara regulatif saja. "Sama sekali tidak perlu persetujuan DP," tegas Anto.
Terkait Dewan Pengawas, Anto menyebut keberadaannya sama sekali tidak boleh mengintervensi pada tugas pokok dan fungsi pimpinan. Terakhir, Anto menyebut perlunya untuk mengatur pengangkatan penyelidik dan penyidik independen.
"Kalau masukan dari saya, saya jamin pasti itu memperkuat KPK kok. Saya belum paham apakah 4 usulan itu berubah karena inisiatif DPR dan ini yang harus dicermati publik untuk perjalanan pembahasan di DPR yang sering meluas tanpa arah dan konsep awal," papar Anto.
Anto kembali menegaskan bahwa pada prinsipnya KPK telah sepakat dengan pemerintah akan menolak revisi jika akan mengarah pada pelemahan. "Pemerintah dan KPK akan menolak pembahasan bila DPR akan melemahkan KPK melalui revisi tersebut," ujarnya.
0 Response to "RUU KPK Versi DPR, Kewenangan SP3 Hingga Dewan Pengawas"
Posting Komentar