Selasa 01 maret 2016 / 16:16 WIB
JAKARTA.
Eksekusi aset Supersemar tak kunjung dilakukan. Pasalnya Kejaksaan
Agung (Kejagung) kesulitan melengkapi dan mencari data aset yang harus
dieksekusi.
"Mengumpulkan data tidak semudah itu," kata Amir Yanto, Kapuspenkum Kejagung (26/2) lalu. Sayangnya, Amir enggan menjelaskan lebih detail terkait hambatan tersebut.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku bila hingga saat ini tim Kejagung tengah mulai menelusuri aset-aset yang bakal di eksekusi. Asal tahu saja, Kejagung telah memberikan data aset yang telah di temukan yaitu 113 rekening deposito, tanah dan bangunan seluas 16.000 meter persegi di wilayah Jakarta dan Bogor, serta enam unit kendaraan roda empat.
Sayangnya, data tersebut tidak dilengkapi dengan data yang lebih detail seperti nama pemilik tanah, identitas rekening bank, dan lainnya.
Sebelumnya, Made Sutrisna Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyayangkan ketidaklengkapan data yang telah diberikan Kejagung tersebut. Karena, tidak lengkap dan membuat proses cek and ricek menjadi lebih lama.
Sampai saat ini pun, PN Selatan belum dapat memastikan kapan proses eksekusi tersebut bakal dilakukan. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung, total ganti rugi yang nantinya ditarik oleh Panitera sekitar Rp 4,4 triliun.
Sekadar mengingatkan, perkara ini bermula saat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan Kejaksaan Agung yang mewakili pemerintah Indonesia pada 27 Maret 2008 silam.
Otomatis, Yayasan Supersemar yang didirikan mendiang Presiden Soeharto harus membayar ganti rugi kepada negara sebesar US$ 105 juta dan Rp 46 miliar.
Tak terima, pihak Yayasan mengajukan kasasi ke MA. Dalam tingkat kasasi pun, putusan tersebut ditolak. Majelis kasasi menguatkan putusan pengadilan negeri dan menghukum Yayasan Supersemar untuk membayar ganti rugi Rp 185 miliar.
Sayangnya, dalam putusan kasasi tersebut ada kesalahan ketik nilai ganti rugi yang seharusnya Rp 185 miliar menjadi Rp 185,91 juta. Ingin membenarkan akhirnya, Kejaksaan mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung pada September 2013.
"Mengumpulkan data tidak semudah itu," kata Amir Yanto, Kapuspenkum Kejagung (26/2) lalu. Sayangnya, Amir enggan menjelaskan lebih detail terkait hambatan tersebut.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku bila hingga saat ini tim Kejagung tengah mulai menelusuri aset-aset yang bakal di eksekusi. Asal tahu saja, Kejagung telah memberikan data aset yang telah di temukan yaitu 113 rekening deposito, tanah dan bangunan seluas 16.000 meter persegi di wilayah Jakarta dan Bogor, serta enam unit kendaraan roda empat.
Sayangnya, data tersebut tidak dilengkapi dengan data yang lebih detail seperti nama pemilik tanah, identitas rekening bank, dan lainnya.
Sebelumnya, Made Sutrisna Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyayangkan ketidaklengkapan data yang telah diberikan Kejagung tersebut. Karena, tidak lengkap dan membuat proses cek and ricek menjadi lebih lama.
Sampai saat ini pun, PN Selatan belum dapat memastikan kapan proses eksekusi tersebut bakal dilakukan. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung, total ganti rugi yang nantinya ditarik oleh Panitera sekitar Rp 4,4 triliun.
Sekadar mengingatkan, perkara ini bermula saat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan Kejaksaan Agung yang mewakili pemerintah Indonesia pada 27 Maret 2008 silam.
Otomatis, Yayasan Supersemar yang didirikan mendiang Presiden Soeharto harus membayar ganti rugi kepada negara sebesar US$ 105 juta dan Rp 46 miliar.
Tak terima, pihak Yayasan mengajukan kasasi ke MA. Dalam tingkat kasasi pun, putusan tersebut ditolak. Majelis kasasi menguatkan putusan pengadilan negeri dan menghukum Yayasan Supersemar untuk membayar ganti rugi Rp 185 miliar.
Sayangnya, dalam putusan kasasi tersebut ada kesalahan ketik nilai ganti rugi yang seharusnya Rp 185 miliar menjadi Rp 185,91 juta. Ingin membenarkan akhirnya, Kejaksaan mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung pada September 2013.
0 Response to "Kejagung kesulitan kumpulkan data aset Supersemar"
Posting Komentar