[portalpiyungan.com]
Warga Lingkungan Cikepuh, Kelurahan Unyur, Kota Serang, Banten,
menyesalkan kasus Saeni, pemilik warteg yang dirazia Satpol PP menjadi
bola liar dan menjadi berita SARA di media. Samsuri, warga setempat
mengatakan, perda soal larangan berjualan makanan di siang hari mestinya
dihormati dan dilaksanakan oleh semua pihak.
"Kejadian ini adalah oknum Satpol PP yang melakukan perampasan kepada ibu Saeni. Tapi jangan dilihat perampasannya, karena kita harus tahu bulan suci Ramadan ini harus di hormati, karena kan sudah di jalankan perdanya," katanya.
Ia juga menyimpulkan bahwa sebenarnya Saeni sudah tahu ada larangan berjualan makanan di siang hari selama Ramadhan. "Ibu itu kemarin (Senin) masih jualan Pak. Yang kita lihat kan hanya perampasannya saja, karena kenapa Satpol PP merampas. Mungkin mereka kesal. Pemerintah kan sudah mengeluarkan perda, warung makan boleh buka dari pukul 16.00 sampai pukul 04.00," ungkapnya.
Nasir Ahmad, tokoh masyarakat setempat mengatakan, Saeni sebenarnya bukan orang miskin. Menurutnya, Saeni mempunyai dua cabang warteg lagi di tempat lain. "Jadi memang warteg ini setiap bulan puasa dia berjualan. Saya khawatir takutnya kasus ini larinya ke SARA, seolah-olah Islam ini kejam," tegasnya.
Ia juga menegaskan jika sebenarnya kasus ini adalah persoalan biasa dan menurutnya ada persoalan yang lebih berat lagi dibandingkan kasus Saeni. "Kita inginnya kasus ini ditutup dan jangan dibesar-besarkan
"Kejadian ini adalah oknum Satpol PP yang melakukan perampasan kepada ibu Saeni. Tapi jangan dilihat perampasannya, karena kita harus tahu bulan suci Ramadan ini harus di hormati, karena kan sudah di jalankan perdanya," katanya.
Ia juga menyimpulkan bahwa sebenarnya Saeni sudah tahu ada larangan berjualan makanan di siang hari selama Ramadhan. "Ibu itu kemarin (Senin) masih jualan Pak. Yang kita lihat kan hanya perampasannya saja, karena kenapa Satpol PP merampas. Mungkin mereka kesal. Pemerintah kan sudah mengeluarkan perda, warung makan boleh buka dari pukul 16.00 sampai pukul 04.00," ungkapnya.
Nasir Ahmad, tokoh masyarakat setempat mengatakan, Saeni sebenarnya bukan orang miskin. Menurutnya, Saeni mempunyai dua cabang warteg lagi di tempat lain. "Jadi memang warteg ini setiap bulan puasa dia berjualan. Saya khawatir takutnya kasus ini larinya ke SARA, seolah-olah Islam ini kejam," tegasnya.
Ia juga menegaskan jika sebenarnya kasus ini adalah persoalan biasa dan menurutnya ada persoalan yang lebih berat lagi dibandingkan kasus Saeni. "Kita inginnya kasus ini ditutup dan jangan dibesar-besarkan
kasus ini, ini sebenarnya persoalan biasa. Kayanya di sini ada yang memanfaatkan, dan hanya mencari popularitas saja," katanya.
Dalam perkembangan yang sama, dukungan agar Walikota Serang tetap mempertahankan Perda Penyakit Masyarakat semakin banyak. Bila sebelumnya ada Majelis Pesantren Salafiyah Provinsi Baten yang menyatakan mendukung, saat ini dukungan juga muncul dari Badan Eksekutif Mahasiswa di Kabupaten dan Kota Serang dan DPRD Kota Serang.
Dukungan DPRD
Sekretaris Fraksi Madani (PKS & PPP) DPRD Kota Serang Tubagus Ridwan Akhmad mengatakan bahwa DPRD Kota Serang meminta agar Walikota Serang tidak mencabut Perda Nomor 2 Tahun 2010 tentang Penyakit Masyarakat. DPRD juga mendukung Walikota Serang mempertahankan dan melanjutkan kebijakan larangan berjualan di siang hari pada bulan suci Ramadan bagi rumah makan, resto, warteg, dan sebagainya.
Walikota tidak perlu mengusulkan pencabutan Perda Nomor 2 Tahun 2010, yang salah satu klausul pasalnya adanya larangan tersebut. Perda Penyakit Masyarakat sudah dibuat sesuai mekanisme Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang berisi keharusan dalam membuat sebuah perda yang harus melibatkan masyarakat/ tokoh agama/ulama dan para pemangku kepentingan lainnya. “Maknanya perda ini bukan "produk instan". Ada uji publik dan naskah akademiknya. Artinya, regulasi ini berangkat dari keinginan masyarakat Kota Serang,” kata Ridwan, Selasa (14/6).
Ridwan menyatakan bahwa pihaknya mendukung sepenuhnya Walikota Serang mempertahankan dan melanjutkan kebijakan larangan berjualan di siang hari pada bulan Ramadan bagi rumah makan, resto, warteg, dan sebagainya. Karena kebijakan tersebut bagian dari kearifan lokal di Kota Santri. “Regulasi tersebut adalah upaya kontrol pemerintah untuk menciptakan kondisi saling menghargai dalam melaksanakan ibadah antar umat beragama,” ujarnya.
Sumber: bantenraya.com
Dalam perkembangan yang sama, dukungan agar Walikota Serang tetap mempertahankan Perda Penyakit Masyarakat semakin banyak. Bila sebelumnya ada Majelis Pesantren Salafiyah Provinsi Baten yang menyatakan mendukung, saat ini dukungan juga muncul dari Badan Eksekutif Mahasiswa di Kabupaten dan Kota Serang dan DPRD Kota Serang.
Dukungan DPRD
Sekretaris Fraksi Madani (PKS & PPP) DPRD Kota Serang Tubagus Ridwan Akhmad mengatakan bahwa DPRD Kota Serang meminta agar Walikota Serang tidak mencabut Perda Nomor 2 Tahun 2010 tentang Penyakit Masyarakat. DPRD juga mendukung Walikota Serang mempertahankan dan melanjutkan kebijakan larangan berjualan di siang hari pada bulan suci Ramadan bagi rumah makan, resto, warteg, dan sebagainya.
Walikota tidak perlu mengusulkan pencabutan Perda Nomor 2 Tahun 2010, yang salah satu klausul pasalnya adanya larangan tersebut. Perda Penyakit Masyarakat sudah dibuat sesuai mekanisme Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang berisi keharusan dalam membuat sebuah perda yang harus melibatkan masyarakat/ tokoh agama/ulama dan para pemangku kepentingan lainnya. “Maknanya perda ini bukan "produk instan". Ada uji publik dan naskah akademiknya. Artinya, regulasi ini berangkat dari keinginan masyarakat Kota Serang,” kata Ridwan, Selasa (14/6).
Ridwan menyatakan bahwa pihaknya mendukung sepenuhnya Walikota Serang mempertahankan dan melanjutkan kebijakan larangan berjualan di siang hari pada bulan Ramadan bagi rumah makan, resto, warteg, dan sebagainya. Karena kebijakan tersebut bagian dari kearifan lokal di Kota Santri. “Regulasi tersebut adalah upaya kontrol pemerintah untuk menciptakan kondisi saling menghargai dalam melaksanakan ibadah antar umat beragama,” ujarnya.
Sumber: bantenraya.com
0 Response to " Warga Serang Tak Terima Kasus Ibu Saeni Dikaitkan SARA"
Posting Komentar