Jumat, 19 Februari 2016
Oleh: La Ode Ida
Wakil Ketua DPR RI Periode 2009-2014
Praktik LGBT, dalam pikiran waras apapagi didasari ajaran agama, jelas merupakan penyakit sosial yang 'haram' untuk dibiarkan berkembang. Alias "harus dimatikan". Tak ada satu ajaran agama samawi apapun yang menghalkan praktik itu.
Pemerintah dan masyarakat Indonesia pun harusnya berprinsip sama: bendung dan tak boleh faham dan praktik LGBT eksis di negeri ini. Pertama, karena negeri ini dibangun di atas nilai-nilai budaya religius dengan scara eskplisit tercantum dalam UUD '45 dan Pancasila.
Kedua, LGBT merupakan penyakit sosial yang menular. Merusak moralitas dan akidah generasi.
Sangat berbahaya, bukan?
Tetapi tampaknya LGBT sudah bergerak begitu cepat di dalam masyarakat bangsa ini, bagian dari misi negara-negara sekuler. UNDP sendiri, konon, sudah gelontorkan dan atau siapkan ratusan milyar dana untuk dukung sosialisasinya.
Sejumlah kelompok dan tokoh masyarakat justru dikabarkan pada posisi mendukung praktik LGBT. Bahkan salah satu lembaga negara sudah lakukan sosiliasi untuk ini, yang barangkali dananya dari APBN atau lembaga donor asing seperti UNDP.
Para pelaku atau komunitas LGBT dan juga pihak-pihak pendukungnya tampaknya menggunakan isu atau alasan HAM, sehingga semacan ada kesulitan untuk melarang mereka. Di sini pulalah barangkali kesulitan pemerintah. Aapalgi sudah jadi bagian dari negara yang tak steril dari pengaruh luar, sehingga bukan mustahil akan pasrah saja.
Padahal pemerintah harusnya segera bersikap dengan argumen antara lain seperti dijelaskan di atas. Tak perlu ragu, karena lama berada dalam keraguan bukan saja tak jadi karakter baik sebagai pemimpin, melainkan juga berarti membiarkan masyarakatnya terjangkiti penyakit sosial yang berbahaya dunia akhirat.
Inilah yang mustinya disadari oleh Presiden Jokowi, juga para wakil rakyat di Senayan sana. Kesadaran bahwa masyarakat bangsa yang beragama ini sedang gencar-gencarnya diserang oleh ideologi dan prilaku yang tak beragama.
*Sumber: TS
Oleh: La Ode Ida
Wakil Ketua DPR RI Periode 2009-2014
Praktik LGBT, dalam pikiran waras apapagi didasari ajaran agama, jelas merupakan penyakit sosial yang 'haram' untuk dibiarkan berkembang. Alias "harus dimatikan". Tak ada satu ajaran agama samawi apapun yang menghalkan praktik itu.
Pemerintah dan masyarakat Indonesia pun harusnya berprinsip sama: bendung dan tak boleh faham dan praktik LGBT eksis di negeri ini. Pertama, karena negeri ini dibangun di atas nilai-nilai budaya religius dengan scara eskplisit tercantum dalam UUD '45 dan Pancasila.
Kedua, LGBT merupakan penyakit sosial yang menular. Merusak moralitas dan akidah generasi.
Sangat berbahaya, bukan?
Tetapi tampaknya LGBT sudah bergerak begitu cepat di dalam masyarakat bangsa ini, bagian dari misi negara-negara sekuler. UNDP sendiri, konon, sudah gelontorkan dan atau siapkan ratusan milyar dana untuk dukung sosialisasinya.
Sejumlah kelompok dan tokoh masyarakat justru dikabarkan pada posisi mendukung praktik LGBT. Bahkan salah satu lembaga negara sudah lakukan sosiliasi untuk ini, yang barangkali dananya dari APBN atau lembaga donor asing seperti UNDP.
Para pelaku atau komunitas LGBT dan juga pihak-pihak pendukungnya tampaknya menggunakan isu atau alasan HAM, sehingga semacan ada kesulitan untuk melarang mereka. Di sini pulalah barangkali kesulitan pemerintah. Aapalgi sudah jadi bagian dari negara yang tak steril dari pengaruh luar, sehingga bukan mustahil akan pasrah saja.
Padahal pemerintah harusnya segera bersikap dengan argumen antara lain seperti dijelaskan di atas. Tak perlu ragu, karena lama berada dalam keraguan bukan saja tak jadi karakter baik sebagai pemimpin, melainkan juga berarti membiarkan masyarakatnya terjangkiti penyakit sosial yang berbahaya dunia akhirat.
Inilah yang mustinya disadari oleh Presiden Jokowi, juga para wakil rakyat di Senayan sana. Kesadaran bahwa masyarakat bangsa yang beragama ini sedang gencar-gencarnya diserang oleh ideologi dan prilaku yang tak beragama.
*Sumber: TS
0 Response to " LGBT, Ujian Agama dalam Gempuran HAM "
Posting Komentar