"Diantara Bentuk Pengkhianatan Terhadap Amanah" Oleh: Ust. Musyafa


Ust. Musyafa Ahmad Rahim

"Diantara Bentuk Pengkhianatan Terhadap Amanah"

قال شيخ الإسلام ابن تيمية – رحمه الله – في السياسة الشرعية في إصلاح الراعي والرعية

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah – rahimahullah – berkata dalam kitab As-Siyasah as-Syar’iyyah fi Ishlahir-Ra’i war-Ra’iyyah (hal. 8)

"فَيَجِبُ عَلَى كُلِّ مَنْ وَلِيَ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ، مِنْ هَؤُلَاءِ وَغَيْرِهِمْ، أَنْ يَسْتَعْمِلَ فِيمَا تَحْتَ يَدِهِ فِي كُلِّ مَوْضِعٍ أَصْلَحَ مَنْ يَقْدِرُ عَلَيْهِ،

Oleh karena itu, menjadi kewajiban setiap orang yang mendapatkan jabatan kekuasaan apa pun dalam urusan kaum muslimin, baik dari mereka yang nama jabatannya telah disebutkan maupun yang belum disebutkan (sebelumnya), agar mereka mengangkat staff bawahannya untuk pos jabatan apapun, seseorang yang paling layak dari orang-orang yang bisa ia peroleh.

وَلَا يُقَدِّمُ الرَّجُلَ لِكَوْنِهِ طَلَبَ الْوِلَايَةَ، أَوْ سَبَقَ فِي الطَّلَبِ؛ بَلْ يَكُوْنُ ذَلِكَ سَبَباً لِلْمَنْعِ؛ فَإْنَّ فِي الصَّحِيْحِ عَنِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - : أَنَّ قَوْماً دَخَلُوْا عَلَيْهِ فَسَأَلُوْهُ وِلَايَةً؛ فَقَالَ: «إنَّا لَا نُوَلِّي أَمْرَنَا هَذَا مَنْ طَلَبَهُ». وَقَالَ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ: «يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ! لَا تَسْأَلِ الْإِمَارَةَ، فَإِنَّكَ إنْ أُعْطِيْتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا؛ وَإِنْ أُعْطِيْتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا» أَخْرَجَاهُ فِي الصَّحِيحَيْنِ؛ وَقَالَ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ - : «مَنْ طَلَبَ الْقَضَاءَ وَاسْتَعَانَ عَلَيْهِ وُكِّلَ إلَيْهِ، وَمَنْ لَمْ يَطْلُبْ الْقَضَاءَ وَلَمْ يَسْتَعِنْ عَلَيْهِ؛ أَنْزَلَ اُللهُ عَلَيْهِ مَلَكًا يُسَدِّدُهُ» . رَوَاهُ أَهْلُ السُّنَنِ

Dia tidak diperbolehkan mendahulukan (memilih dan mengangkat) seseorang dengan alasan:

a.  Karena orang itu telah meminta jabatan tersebut, atau

b.  Karena orang itu telah lebih dahulu dalam meminta jabatan tersebut.

Justru, meminta jabatan itu mestinya menjadi sebab untuk dihalangi mendapatkan jabatan, berdasarkan dalil-dalil shahih sebagai berikut:

Bahwasanya ada suatu kaum yang masuk menemui Rasulullah SAW, lalu mereka meminta jabatan, maka beliau SAW bersabda: “Sesungguhnya, kami tidak menyerahkan urusan kami kepada yang memintanya”. (HR Bukhari [7149]).

Dan beliau SAW bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah: “Wahai Abdurrahman, janganlah engkau meminta jabatan, sebab, jika engkau diberi jabatan dengan tanpa meminta, maka engkau akan ditolong untuk memenuhi haknya, dan jika engkau diberi jabatan karena engkau memintanya, maka engkau akan disibukkan oleh jabatan itu dan tidak dapat memenuhi haknya”. (HR Bukhari [6622, 6722, 7146, 7147] dan Muslim [1652]).

Beliau SAW juga bersabda: “Siapa yang meminta posisi sebagai hakim dan ia meminta tolong dari sana sini untuk mendapatkan jabatan itu, maka ia akan disibukkan oleh jabatannya itu dan tidak mendapatkan pertolongan dari Allah SWT, dan siapa yang tidak meminta jabatan sebagai hakim dan tidak meminta tolong dari sana sini untuk mendapatkannya, maka Allah SWT akan menurunkan malaikat yang akan meluruskannya”. (HR Ahmad [13302], Abu Daud [3578], At-Tirmidzi [1323], Ibnu Majah [2309], Al-Hakim [7021] dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan al-Kubro [20249]).

فَإِنْ عَدَلَ عَنِ الْأَحَقِّ الْأَصْلَحِ إلَى غَيْرِهِ، لِأَجْلِ قَرَابَةٍ بَيْنَهُمَا، أَوْ وَلَاءِ عَتَاقَةٍ أَوْ صَدَاقَةٍ، أَوْ مُرَافَقَةٍ فِي بَلَدٍ أَوْ مَذْهَبٍ؛ أَوْ طَرِيقَةٍ، أَوْ جِنْسٍ: كَالْعَرَبِيَّةِ، وَالْفَارِسِيَّةِ، وَالتُّرْكِيَّةِ، وَالرُّومِيَّةِ، أَوْ لِرِشْوَةٍ يَأْخُذُهَا مِنْهُ مِنْ مَالٍ أَوْ مَنْفَعَةٍ، أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ مِنْ الْأَسْبَابِ، أَوْ لِضِغْنٍ فِي قَلْبِهِ عَلَى الْأَحَقِّ، أَوْ عَدَاوَةٍ بَيْنَهُمَا: فَقَدْ خَانَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالْمُؤْمِنِينَ، وَدَخَلَ فِيمَا نُهِيَ عَنْهُ فِي قَوْله تَعَالَى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ} [الأنفال: 27]"

Dan jika seorang pejabat berpaling dari yang lebih berhak yang lebih layak kepada yang tidak berhak tidak layak, dengan alasan:

a.  Karena ada hubungan kekerabatan diantara keduanya, atau

b.  Karena ada pertalian hubungan tuan-budak di masa lalu, atau

c.  Karena ada hubungan pertemanan, atau

d.  Karena ada kedekatan tempat tinggal, atau madzhab, atau tarekat, atau kebangsaan (suku), seperti: sama-sama Arab, Persi, Turki, atau

e.  Karena adanya risywah (suap) yang diterimanya, baik risywah yang berupa harta ataupun manfaat (keuntungan), atau

f.  Karena ada sebab-sebab kedekatan lainnya, atau

g.  Karena ada kedengkian dan kejengkelan hati terhadap yang lebih berhak, lalu yang berhak itu dihalangi untuk mendapatkan jabatan itu, atau

h.  Karena ada permusuhan antara sang pejabat dengan yang lebih berhak, lalu yang berhak itu dihalangi untuk mendapatkan jabatan itu....

Maka, JIKA HAL INI TERJADI, berarti, sang pejabat itu telah BERKHIANAT kepada Allah SWT, Rasulullah SAW dan orang-orang beriman, Dan sang pejabat yang berbuat demikian, tercakup dalam kelompok yang tidak mengindahkan firman Allah SWT: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah, Rasul dan mengkhianati amanah-amanah kamu, padahal kamu mengetahui” (Q.S. Al-Anfal: 27).

*Maroji: (صفحة 8 في طبعة وزارة الشئون الإسلامية والأوقاف والدعوة والإرشاد - المملكة العربية السعودية)

Sumber: https://www.facebook.com/musyafa.ahmadrahim/posts/960268887396319

0 Response to ""Diantara Bentuk Pengkhianatan Terhadap Amanah" Oleh: Ust. Musyafa"

Posting Komentar