Jumat, 05 Februari 2016 / 20:35 WIB
China tengah berjuang keras menopang mata uang yuan di tengah derasnya arus keluar dana dari negara tersebut.
Data cadangan devisa selama akhir pekan ini bisa menjadi gambaran betapa berat tantangan yang kini dihadapi China.
Para analis umumnya memperkirakan, cadangan devisa turun US$ 100 miliar menyusul penurunan sebesar US$ 107,9 miliar di Desember 2015 lalu.
Di sepanjang 2015, cadangan devisa China turun US$ 512,66 miliar menjadi US$ 3,33 triliun. Cadangan devisa negeri tembok Besar ini tergerus untuk membiayai intervensi nilai tukar yuan.
Menurut Institute of International Finance, di sepanjang tahun lalu dana yang keluar (capital flight) dari China mencapai US$ 700 miliar.
Perusahaan lokal di China buru-buru menarik dana untuk membayar utang luar negeri, seiring depresiasi yuan.
Sementara investor global semakin khawatir melihat melemahnya ekonomi China dan langkah intervensi otoritas di negara tersebut di pasar keuangan.
Pasar global akan terus mencermati data cadangan devisa China, meskipun pekan depan bursa di China tutup untuk merayakan Tahun Baru Imlek.
“Pasar global sendiri kan tidak tutup. Saya rasa akan ada efek domino jika kita melihat cadangan devisa menyusut sangat signifikan,” ujar Steve Brice, Chief Investment Strategist Standard Chartered Wealth Management kepada CNBC's Street Signs.
“Jika tren percepatan penyusutan devisa seperti Desember lalu berlanjut di Januari, maka orang akan kian menekan otoritas China agar lebih terbuka dalam komunikasi mereka,” ujar Brice.
Januari 2016, secara mengejutkan, bank sentral the People's Bank of China (PBOC) melemahkan mata uangnya secara tajam.
Hal inilah salah satu faktor yang mendorong aksi jual di pasar China, dan memicu gejolak di bursa global seiring meruyaknya kekhawatiran pasar bahwa yuan akan anjlok lebih dalam.
Kondisi tersebut mendorong otoritas China melakukan intervensi untuk menahan pelemahan yuan.
Namun untuk menopang yuan, China tentu harus menjual dollar AS. Inilah yang membuat pasar khawatir cadangan devisa China, yang merupakan cadangan devisa terbesar di dunia, akan terkuras.
Menggunakan metodologi IMF, Khoon Goh, Senior Foreign-Exchange Strategist ANZ, memperkirakan China membutuhkan minimal US$ 2,7 triliun dari cadangan devisanya untuk mempertahankan rezim nilai tukar tetap (fixed exchange-rate) tanpa menerapkan kebijakan kontrol devisa (capital control).
Itu artinya, dengan tingkat pengurangan devisa yang terjadi belakangan ini, ujar Goh, cadangan devisa China hanya cukup untuk intervensi selama setengah tahun lagi.
Data cadangan devisa selama akhir pekan ini bisa menjadi gambaran betapa berat tantangan yang kini dihadapi China.
Para analis umumnya memperkirakan, cadangan devisa turun US$ 100 miliar menyusul penurunan sebesar US$ 107,9 miliar di Desember 2015 lalu.
Di sepanjang 2015, cadangan devisa China turun US$ 512,66 miliar menjadi US$ 3,33 triliun. Cadangan devisa negeri tembok Besar ini tergerus untuk membiayai intervensi nilai tukar yuan.
Menurut Institute of International Finance, di sepanjang tahun lalu dana yang keluar (capital flight) dari China mencapai US$ 700 miliar.
Perusahaan lokal di China buru-buru menarik dana untuk membayar utang luar negeri, seiring depresiasi yuan.
Sementara investor global semakin khawatir melihat melemahnya ekonomi China dan langkah intervensi otoritas di negara tersebut di pasar keuangan.
Pasar global akan terus mencermati data cadangan devisa China, meskipun pekan depan bursa di China tutup untuk merayakan Tahun Baru Imlek.
“Pasar global sendiri kan tidak tutup. Saya rasa akan ada efek domino jika kita melihat cadangan devisa menyusut sangat signifikan,” ujar Steve Brice, Chief Investment Strategist Standard Chartered Wealth Management kepada CNBC's Street Signs.
“Jika tren percepatan penyusutan devisa seperti Desember lalu berlanjut di Januari, maka orang akan kian menekan otoritas China agar lebih terbuka dalam komunikasi mereka,” ujar Brice.
Januari 2016, secara mengejutkan, bank sentral the People's Bank of China (PBOC) melemahkan mata uangnya secara tajam.
Hal inilah salah satu faktor yang mendorong aksi jual di pasar China, dan memicu gejolak di bursa global seiring meruyaknya kekhawatiran pasar bahwa yuan akan anjlok lebih dalam.
Kondisi tersebut mendorong otoritas China melakukan intervensi untuk menahan pelemahan yuan.
Namun untuk menopang yuan, China tentu harus menjual dollar AS. Inilah yang membuat pasar khawatir cadangan devisa China, yang merupakan cadangan devisa terbesar di dunia, akan terkuras.
Menggunakan metodologi IMF, Khoon Goh, Senior Foreign-Exchange Strategist ANZ, memperkirakan China membutuhkan minimal US$ 2,7 triliun dari cadangan devisanya untuk mempertahankan rezim nilai tukar tetap (fixed exchange-rate) tanpa menerapkan kebijakan kontrol devisa (capital control).
Itu artinya, dengan tingkat pengurangan devisa yang terjadi belakangan ini, ujar Goh, cadangan devisa China hanya cukup untuk intervensi selama setengah tahun lagi.
0 Response to "Cadangan devisa China kian mengering "
Posting Komentar