11 Apr 2015 at 07:35 WIB
Liputan6.com, Jakarta Ada satu risiko merugikan mengintai
saat budaya kesenian dalam proses pewarisannya dipahami secara sempit
sebagai sebuah produk. Glorifikasi hasil akhir yang bergerak terlalu
jauh hingga merepresi aktivitas kreatif itu sendiri dapat berujung pada
batu nisan seni. Kelahiran segala wujud dan metode artistik baru adalah
syarat bagi langgengnya satu wilayah kesenian.
Keabadian seni bukan diukur dari seberapa lama suatu produk historis dipajang di etalase museum sebagai artefak. Melainkan dari bagaimana artefak-artefak tersebut menjadi penanda garis awal dari penciptaan-penciptaan produk seni yang kemudian. Motif batik Sawunggaling merupakan satu contoh dari apa yang dibicarakan di sini.
K.R.T Hardjonagoro – seorang keturunan Tionghoa terlahir dengan nama Go Tik Swan – diminta oleh presiden pertama Indonesia, Presiden Soekarno, untuk membuat batik baru yang bukan menjadi representasi wilayah-wilayah lokal nusantara melainkan Indonesia secara keseluruhan. Puluhan tahun kemudian, upaya mengkreasikan sesuatu yang baru juga dilakukan oleh desainer fesyen tanah air, Didi Budiardjo.
Jumat 10 April 2015, sebuah pameran karya instalasi dihadirkan Didi di pusat perbelanjaan Senayan City. Salah satu sisi dari bangun prisma segitiga yang berdiri di tengah apitan butik-butik mall tersebut memiliki pintu. Ruang dalam bangunan putih itu gelap dan terdapat manekin gaun yang tersorot sinar proyektor di dalamnya.
Berganti-ganti motif, manekin tersebut menjadi rupa baru sajian artistik batik. Didi Budiardjo menyebut hal ini dengan meminjam istilah `Nunggak Semi`, yakni berarti berseminya tumbuhan dari tunggaknya atau bagian lama tumbuhan yang tersisa. Sekiranya ini pula lah yang menjadi pemahaman desainer yang telah berkarya selama 25 tahun itu mengenai fesyen.
Fesyen bagi Didi adalah sesuatu yang hidup melalui ciptaan-ciptaan baru, yang didalamnya proses perubahan dapat menjadi salah satu bagian. Pameran Instalasi Sawunggaling persembahan Didi Budiardjo berlangsung selama rangakaian Fashion Nation 2015 digelar, yakni pada 9-18 April 2015 di Senayan City. Selain batik Go Tik Swan, pada pameran yang terwujud dengan dukungan Bakti Budaya Djarum Foundation dan Harper’s Bazaar Indonesia ini dipamerkan juga karya batik Iwan Tirta.
Keabadian seni bukan diukur dari seberapa lama suatu produk historis dipajang di etalase museum sebagai artefak. Melainkan dari bagaimana artefak-artefak tersebut menjadi penanda garis awal dari penciptaan-penciptaan produk seni yang kemudian. Motif batik Sawunggaling merupakan satu contoh dari apa yang dibicarakan di sini.
K.R.T Hardjonagoro – seorang keturunan Tionghoa terlahir dengan nama Go Tik Swan – diminta oleh presiden pertama Indonesia, Presiden Soekarno, untuk membuat batik baru yang bukan menjadi representasi wilayah-wilayah lokal nusantara melainkan Indonesia secara keseluruhan. Puluhan tahun kemudian, upaya mengkreasikan sesuatu yang baru juga dilakukan oleh desainer fesyen tanah air, Didi Budiardjo.
Jumat 10 April 2015, sebuah pameran karya instalasi dihadirkan Didi di pusat perbelanjaan Senayan City. Salah satu sisi dari bangun prisma segitiga yang berdiri di tengah apitan butik-butik mall tersebut memiliki pintu. Ruang dalam bangunan putih itu gelap dan terdapat manekin gaun yang tersorot sinar proyektor di dalamnya.
Berganti-ganti motif, manekin tersebut menjadi rupa baru sajian artistik batik. Didi Budiardjo menyebut hal ini dengan meminjam istilah `Nunggak Semi`, yakni berarti berseminya tumbuhan dari tunggaknya atau bagian lama tumbuhan yang tersisa. Sekiranya ini pula lah yang menjadi pemahaman desainer yang telah berkarya selama 25 tahun itu mengenai fesyen.
Fesyen bagi Didi adalah sesuatu yang hidup melalui ciptaan-ciptaan baru, yang didalamnya proses perubahan dapat menjadi salah satu bagian. Pameran Instalasi Sawunggaling persembahan Didi Budiardjo berlangsung selama rangakaian Fashion Nation 2015 digelar, yakni pada 9-18 April 2015 di Senayan City. Selain batik Go Tik Swan, pada pameran yang terwujud dengan dukungan Bakti Budaya Djarum Foundation dan Harper’s Bazaar Indonesia ini dipamerkan juga karya batik Iwan Tirta.
0 Response to "Perspektif Fesyen Didi Budiardjo dalam Instalasi Sawunggaling"
Posting Komentar