Semarang - Mayoritas para pengungsi eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar)
yang dipulangkan melalui pelabuhan Tanjung Emas Semarang mengaku
motivasi mereka bergabung dengan ormas tersebut hanya karena ingin
bertani.
Bahkan, mereka mengaku rela menjual rumah dan kendaraan agar bisa memiliki modal untuk sewa lahan dan menyokong kehidupan di Mempawah, Kalimantan.
Menurut Astari, salah satu pengungsi eks Gafatar mengaku, ia bergabung dengan organisasi itu baru tiga bulan. Dirinya berada di Mempawah bersama anak dan suaminya.
Warga asal Desa Kagungan, Wonosobo itu pun mengaku sejak awal sudah izin baik-baik dengan keluarga besarnya di kampung untuk bertani di Kalimantan.
"Di sana itu ya cuma bertani. Tanam padi dan sayuran. Ini sudah waktunya panen tapi malah pulang," kata Astari di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Senin (25/1/2016).
Menurut Astari, masyarakat setempat di Mempawah sebenarnya sangat
baik. Namun karena ada orang luar yang berusaha memprovokasi sehingga
ada orang yang tega membakar camp.
"Kami tak ubahnya transmigran. Namun bedanya kami fokus ke pertanian dan tidak dengan publikasi besar-besaran sehingga banyak kesalahpahaman," kata Astari.
Hal serupa diakui Ancep, warga Yogyakarta itu mengaku gajinya sebagai petugas kebersihan tidak sepadan dengan kebutuhan. Karenanya akhir November lalu ia memutuskan untuk berangkat ke Kalimantan.
"Saya berangkat bersama anak dan istri ke Kalimantan. Di sana saya cuma belajar program pertanian, kami tidak melakukan kegiatan lain. Bohong kalau dibilang ada pengajian sesat," kata Ancep.
Hal berbeda mendasari Hustari yang memilih berangkat ke Mempawah. Warga Yogyakarta yang gemar bertani dan berkebun itu berangkat bukan karena diiming-imingi surga atau apapun. Ia mengaku berangkat karena yakin bisa mengolah lahan lebih luas.
"Ditawari menggarap tanah, nanti bayar sewa, kalau sudah nanti bisa dibeli lahannya. Gafatar saja saya nggak tahu," kata Hustari.
Para pengungsi eks Gafatar ini segera ditempatkan di Wisma Haji Donohudan, Boyolali. Seluruh biaya dan kebutuhan logistik ditanggung pemerintah.
Bahkan, mereka mengaku rela menjual rumah dan kendaraan agar bisa memiliki modal untuk sewa lahan dan menyokong kehidupan di Mempawah, Kalimantan.
Menurut Astari, salah satu pengungsi eks Gafatar mengaku, ia bergabung dengan organisasi itu baru tiga bulan. Dirinya berada di Mempawah bersama anak dan suaminya.
Warga asal Desa Kagungan, Wonosobo itu pun mengaku sejak awal sudah izin baik-baik dengan keluarga besarnya di kampung untuk bertani di Kalimantan.
"Di sana itu ya cuma bertani. Tanam padi dan sayuran. Ini sudah waktunya panen tapi malah pulang," kata Astari di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Senin (25/1/2016).
Baca Juga
- Rano Karno Penasaran Banyak Warganya Ikut Gafatar
- Puluhan Pengungsi eks Gafatar Sakit Setiba di Semarang
- Pedagang Ini Menangguk Untung dari Kepulangan Eks Gafatar
"Kami tak ubahnya transmigran. Namun bedanya kami fokus ke pertanian dan tidak dengan publikasi besar-besaran sehingga banyak kesalahpahaman," kata Astari.
Hal serupa diakui Ancep, warga Yogyakarta itu mengaku gajinya sebagai petugas kebersihan tidak sepadan dengan kebutuhan. Karenanya akhir November lalu ia memutuskan untuk berangkat ke Kalimantan.
"Saya berangkat bersama anak dan istri ke Kalimantan. Di sana saya cuma belajar program pertanian, kami tidak melakukan kegiatan lain. Bohong kalau dibilang ada pengajian sesat," kata Ancep.
Hal berbeda mendasari Hustari yang memilih berangkat ke Mempawah. Warga Yogyakarta yang gemar bertani dan berkebun itu berangkat bukan karena diiming-imingi surga atau apapun. Ia mengaku berangkat karena yakin bisa mengolah lahan lebih luas.
"Ditawari menggarap tanah, nanti bayar sewa, kalau sudah nanti bisa dibeli lahannya. Gafatar saja saya nggak tahu," kata Hustari.
Para pengungsi eks Gafatar ini segera ditempatkan di Wisma Haji Donohudan, Boyolali. Seluruh biaya dan kebutuhan logistik ditanggung pemerintah.
0 Response to "Ini Alasan Banyak Orang Gabung Gafatar"
Posting Komentar