Rabu, 24 Februari 2016 / 20:41 WIB
JAKARTA.
Kinerja emiten-emiten dalam jajaran Astra grup sepanjang tahun 2015
mengalami perlambatan seiring dengan pelambatan ekonomi, gejolak nilai
tukar dan penurunan harga komoditas.
Perlambatan paling tajam dicatatkan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Laba bersih emiten perkebunan ini merosot tajam hingga 75,2% secara year on year (yoy) menjadi Rp 619,1 miliar.
Ini seiring dengan penurunan pendapatan 19,9% yoy menjadi Rp 13,05 triliun dan ditambah dengan membengkaknya rugi selisih kurs hingga tiga kali lipat yang yang harus ditanggung dari Rp 126,6 miliar menjadi Rp 580,36 miliar.
Lalu bisnis penjualan spare part juga anjlok tajam. Laba bersih PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) merosot 63,3% yoy menjadi Rp 318,5 miliar. Ini terutama diakibatkan merosotnya bagian laba bersih yang diterima perseroan dari entitas asosiasi dan ventura bersama menjadi Rp 31,5 miliar dari sebelumnya senilai Rp 487,7 miliar.
Sementara pendapatan usaha AUTO hanya turun 4,3% dari Rp 12,2 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp 11,7 triliun. Selain itu, penurunan kinerja perseroan juga ditambah dari peningkatan beban keuangan 77,7% yoy menjadi Rp 173 miliar.
Bisnis alat berat PT United Tractors Tbk (UNTR) juga terpuruk. Penjualan alat berat perseroan anjlok 39,5% yoy dari 3.513 unit di tahun 2014 menjadi 2.124 unit. Lalu kinerja anak usahanya di sektor kontruksi yakni PT Acset Indonusa Tbk (ACST) juga merosot tajam. Laba bersih ACST turun 60% yoy menjadi Rp 41,9 miliar.
Sebetulnya, pendapatan ACST tahun lalu masih stagnan di Rp 1,1 triliun. Hanya saja, membengkaknya beban perseroan mulai dari beban penjualan, beban administransi dan beban keuangan membuat laba bersihnya terkoreksi dalam.
Sementara, bisnis percetakan masih tercatat tumbuh meskipun hanya tipis. Laba bersih PT Astra Graphia Tbk (ASGR) naik 1,8% yoy menjadi Rp 265,12 miliar. Pendapatan usaha perseroan sebenarnya tumbuh signifikan 15,8% yoy menjadi Rp 2,65 triliun.
Tipisnya laba bersih ASGR lantaran tahun 2015 tidak terdapat keuntungan dari investasi pada pengendalian entitas bersama. Padahal tahun sebelumnya, pos ini mencatatkan keuntungan Rp 43,3 miliar.
Selain itu, ASGR juga harus menelan rugi kurs Rp 7,5 miliar, dari tahun sebelumnya tercatat untung kurs Rp 3,5 miliar. Beban keuangan naik 82% yoy menjadi Rp 10,02 miliar. Lalu kerugian lain-lain tercatat sebesar Rp 533 juta, sedangkan tahun sebelumnya masih untung Rp 8,8 miliar.
Sedangkan bisnis pembiayaan di grup Astra di sektor kendaraan roda empat mengalami perlambatan, namun pembiayaan kendaraan roda dua justrus tumbuh. Laba bersih PT Astra sedaya Finance turun 11,9% yoy dan Laba bersih PT Federal International Finance naik 15,2% yoy.
Disebabkan tiga faktor
Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri mengatakan perlambatan kinerja grup Astra terjadi karena perlambatan ekonomi, gejolak nilai tukar dan harga komoditas yang terjadi sepanjang tahun lalu.
"Kinerja AALI turun karena harga CPO terus merosot dan ditambah dengan beban bunga yang harus ditanggung karena tekanan kurs," tutur Hans.
Sedangkan perlambatan di bisnis sparepart menurutnya terjadi akibat perlambatan ekonomi dan penurunan di sektor alat berat diakibatkan harga komoditas yang kian melorot sehingga ekpansi sektor tambang menurun tajam. Bisnis ASGR menurut Hans juga melambat jika dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya di tengah perlambatan ekonomi.
Kendati kinerja tahun lalu melambat, Hans memperkirakan kinerja grup astra tahun ini masih bisa tumbuh. Dia melihat harga Crude Palm Oil (CPO) tahun ini akan membaik karena harga sudah di level bottom. Hanya saja kenaikan tersebut menurutnya tidak akan terlalu signifikan.
Begitu juga di sektor otomotif, komponen otomotif serta bisnis percetakan. Perkiraan Hans, sektor tersebut akan tumbuh tahun ini karena pertumbuhan ekonomi menurutnya akan membaik seiring dengan upaya pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur dan nilai tukar akan lebih stabil.
Hans menilai kinerja UNTR juga akan tumbuh seiring dengan strategi perseroan beralih ke bisnis kontruksi melalui ACST. Sementara prospek kontruksi tahun ini cukup cerah di tengah maraknya pembangunan infrastruktur.
Perlambatan paling tajam dicatatkan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Laba bersih emiten perkebunan ini merosot tajam hingga 75,2% secara year on year (yoy) menjadi Rp 619,1 miliar.
Ini seiring dengan penurunan pendapatan 19,9% yoy menjadi Rp 13,05 triliun dan ditambah dengan membengkaknya rugi selisih kurs hingga tiga kali lipat yang yang harus ditanggung dari Rp 126,6 miliar menjadi Rp 580,36 miliar.
Lalu bisnis penjualan spare part juga anjlok tajam. Laba bersih PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) merosot 63,3% yoy menjadi Rp 318,5 miliar. Ini terutama diakibatkan merosotnya bagian laba bersih yang diterima perseroan dari entitas asosiasi dan ventura bersama menjadi Rp 31,5 miliar dari sebelumnya senilai Rp 487,7 miliar.
Sementara pendapatan usaha AUTO hanya turun 4,3% dari Rp 12,2 triliun pada tahun 2014 menjadi Rp 11,7 triliun. Selain itu, penurunan kinerja perseroan juga ditambah dari peningkatan beban keuangan 77,7% yoy menjadi Rp 173 miliar.
Bisnis alat berat PT United Tractors Tbk (UNTR) juga terpuruk. Penjualan alat berat perseroan anjlok 39,5% yoy dari 3.513 unit di tahun 2014 menjadi 2.124 unit. Lalu kinerja anak usahanya di sektor kontruksi yakni PT Acset Indonusa Tbk (ACST) juga merosot tajam. Laba bersih ACST turun 60% yoy menjadi Rp 41,9 miliar.
Sebetulnya, pendapatan ACST tahun lalu masih stagnan di Rp 1,1 triliun. Hanya saja, membengkaknya beban perseroan mulai dari beban penjualan, beban administransi dan beban keuangan membuat laba bersihnya terkoreksi dalam.
Sementara, bisnis percetakan masih tercatat tumbuh meskipun hanya tipis. Laba bersih PT Astra Graphia Tbk (ASGR) naik 1,8% yoy menjadi Rp 265,12 miliar. Pendapatan usaha perseroan sebenarnya tumbuh signifikan 15,8% yoy menjadi Rp 2,65 triliun.
Tipisnya laba bersih ASGR lantaran tahun 2015 tidak terdapat keuntungan dari investasi pada pengendalian entitas bersama. Padahal tahun sebelumnya, pos ini mencatatkan keuntungan Rp 43,3 miliar.
Selain itu, ASGR juga harus menelan rugi kurs Rp 7,5 miliar, dari tahun sebelumnya tercatat untung kurs Rp 3,5 miliar. Beban keuangan naik 82% yoy menjadi Rp 10,02 miliar. Lalu kerugian lain-lain tercatat sebesar Rp 533 juta, sedangkan tahun sebelumnya masih untung Rp 8,8 miliar.
Sedangkan bisnis pembiayaan di grup Astra di sektor kendaraan roda empat mengalami perlambatan, namun pembiayaan kendaraan roda dua justrus tumbuh. Laba bersih PT Astra sedaya Finance turun 11,9% yoy dan Laba bersih PT Federal International Finance naik 15,2% yoy.
Disebabkan tiga faktor
Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri mengatakan perlambatan kinerja grup Astra terjadi karena perlambatan ekonomi, gejolak nilai tukar dan harga komoditas yang terjadi sepanjang tahun lalu.
"Kinerja AALI turun karena harga CPO terus merosot dan ditambah dengan beban bunga yang harus ditanggung karena tekanan kurs," tutur Hans.
Sedangkan perlambatan di bisnis sparepart menurutnya terjadi akibat perlambatan ekonomi dan penurunan di sektor alat berat diakibatkan harga komoditas yang kian melorot sehingga ekpansi sektor tambang menurun tajam. Bisnis ASGR menurut Hans juga melambat jika dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya di tengah perlambatan ekonomi.
Kendati kinerja tahun lalu melambat, Hans memperkirakan kinerja grup astra tahun ini masih bisa tumbuh. Dia melihat harga Crude Palm Oil (CPO) tahun ini akan membaik karena harga sudah di level bottom. Hanya saja kenaikan tersebut menurutnya tidak akan terlalu signifikan.
Begitu juga di sektor otomotif, komponen otomotif serta bisnis percetakan. Perkiraan Hans, sektor tersebut akan tumbuh tahun ini karena pertumbuhan ekonomi menurutnya akan membaik seiring dengan upaya pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur dan nilai tukar akan lebih stabil.
Hans menilai kinerja UNTR juga akan tumbuh seiring dengan strategi perseroan beralih ke bisnis kontruksi melalui ACST. Sementara prospek kontruksi tahun ini cukup cerah di tengah maraknya pembangunan infrastruktur.
0 Response to "Kinerja emiten grup Astra melambat "
Posting Komentar