Rabu, 24 Februari 2016 / 18:01 WIB
JAKARTA.
Kinerja tiga lembaga penegak hukum, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi,
Polri, dan Kejaksaan tercatat menurun. Dari, data yang dirilis
Indonesia Coruption Watch (ICW) menunjukkan, ada 550 kasus yang masuk
dalam tahap penyidikan dengan nilai suap Rp 450,5 miliar.
Jumlah perkara ini turun dari tahun lalu yang mencapai 629 kasus dengan nilai suap Rp 704,4 miliar.
Lima sektor yang banyak disasar untuk dikorupsi adalah anggaran daerah, dana pendidikan, dana sosial kemasyarakatan, transportasi dan kesehatan. Dan pelaku korupsi kebanyakan penjabat di Kementrian, Direktur, Komisaris, Kepala Dinas, Anggota DPR, dan anggota DPRD.
Selain itu, tercatat masih banyak kasus yang mangkrak. Sebut saja kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan yang melibatkan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah, Pembelian BJB Tower di Jakarta, dan lainnya.
Berdasarkan penghitungan ICW, prosentase kasus mangkrak lebih dari 50% dari total perkara yang masuk dalam tahap penyidikan.
Febri Hendri Ketua Koordinator Devisi Investigasi ICW mengaku penurunan jumlah kasus yang masuk dalam tahap penyidikan ini dipengaruhi menurunnya kinerja KPK.
"Adanya tindakan kriminalisasi membuat kinerja KPK menurun. Faktanya selama ini KPK memberikan kontribusi tambahan keuangan negara 1/3 dari total kerugian negara," katanya dalam acara Launching Tren Penanganan Kasus Korupsi tahun 2015, Rabu (24/2).
Selain itu, ada sejumlah keterbatasan yang dialami lembaga penegak hukum seperti kemampuan penyidik untuk mengumpulkan barang bukti, terbatasanya anggaran dalam proses penyidikan, serta lamanya proses penghitungan kerugian negara oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Erwanto, Wakil Direktur Tipikor Bareskrim Polri mengelak hasil temuan ICW. "Kami tidak pernah menyelesaikan perkara di bawah target," katanya.
Erwanto menilai, cara penghitungan perkara ICW berbeda dengan metode yang digunakan Polri. Berdasarkan catatan, sepanjang tahun lalu Polri telah menyelesaikan 927 perkara. Sedangkan target penyelesaian perkara sebanyak 898 perkara.
Target penyelesaian perkara tersebut naik dari tahun 2014 yang sebesar 543 perkara dan penyelesaian kasus sebesar 1.085 perkara. Erwanto mengaku penurunan penanganan perkara ini disebabkan kurangnya keterampilan dan kemampuan penyidik dalam mengungkap perkara korupsi.
Adi Susanto, Pidsus Kejaksaan Agung mengakui, bukan hal yang mudah dalam menyelesaikan suatu perkara sehingga masih ada perkara yang mangkrak. Hal ini disebabkan lamanya laporan penghitungan kerugian negara, serta kurangnya kelengkapan data yang dimiliki penyidik.
Jumlah perkara ini turun dari tahun lalu yang mencapai 629 kasus dengan nilai suap Rp 704,4 miliar.
Lima sektor yang banyak disasar untuk dikorupsi adalah anggaran daerah, dana pendidikan, dana sosial kemasyarakatan, transportasi dan kesehatan. Dan pelaku korupsi kebanyakan penjabat di Kementrian, Direktur, Komisaris, Kepala Dinas, Anggota DPR, dan anggota DPRD.
Selain itu, tercatat masih banyak kasus yang mangkrak. Sebut saja kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan yang melibatkan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah, Pembelian BJB Tower di Jakarta, dan lainnya.
Berdasarkan penghitungan ICW, prosentase kasus mangkrak lebih dari 50% dari total perkara yang masuk dalam tahap penyidikan.
Febri Hendri Ketua Koordinator Devisi Investigasi ICW mengaku penurunan jumlah kasus yang masuk dalam tahap penyidikan ini dipengaruhi menurunnya kinerja KPK.
"Adanya tindakan kriminalisasi membuat kinerja KPK menurun. Faktanya selama ini KPK memberikan kontribusi tambahan keuangan negara 1/3 dari total kerugian negara," katanya dalam acara Launching Tren Penanganan Kasus Korupsi tahun 2015, Rabu (24/2).
Selain itu, ada sejumlah keterbatasan yang dialami lembaga penegak hukum seperti kemampuan penyidik untuk mengumpulkan barang bukti, terbatasanya anggaran dalam proses penyidikan, serta lamanya proses penghitungan kerugian negara oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Erwanto, Wakil Direktur Tipikor Bareskrim Polri mengelak hasil temuan ICW. "Kami tidak pernah menyelesaikan perkara di bawah target," katanya.
Erwanto menilai, cara penghitungan perkara ICW berbeda dengan metode yang digunakan Polri. Berdasarkan catatan, sepanjang tahun lalu Polri telah menyelesaikan 927 perkara. Sedangkan target penyelesaian perkara sebanyak 898 perkara.
Target penyelesaian perkara tersebut naik dari tahun 2014 yang sebesar 543 perkara dan penyelesaian kasus sebesar 1.085 perkara. Erwanto mengaku penurunan penanganan perkara ini disebabkan kurangnya keterampilan dan kemampuan penyidik dalam mengungkap perkara korupsi.
Adi Susanto, Pidsus Kejaksaan Agung mengakui, bukan hal yang mudah dalam menyelesaikan suatu perkara sehingga masih ada perkara yang mangkrak. Hal ini disebabkan lamanya laporan penghitungan kerugian negara, serta kurangnya kelengkapan data yang dimiliki penyidik.
0 Response to "2015, kinerja tiga lembaga penegak hukum turun"
Posting Komentar