Jan 30, 2016
Pemanfaatan tenaga nuklir dalam bentuk PLTN mulai dikembangkan secara komersial sejak tahun 1954. Pada waktu itu di Rusia (USSR), dibangun dan dioperasikan satu unit PLTN air ringan bertekanan tinggi (VVER = PWR) yang setahun kemudian mencapai daya 5 MWe. Pada tahun 1997 di seluruh dunia baik dinegara maju maupun negara sedang berkembang telah dioperasikan sebanyak 443 unit PLTN yang tersebar di 31 negara dengan kontribusi sekitar 18% dari pasokan tenaga listrik dunia dengan total pembangkitan dayanya mencapai 351.000 MWe dan 36 unit PLTN sedang dalam tahap kontruksi di 18 negara.
Salah satu gagasan yang mempunyai prospek cerah adalah pembangkit listrik tenaga nuklir terapung yang dibangun pertama kali oleh Rusia. Gagasan ini juga berkembang di negara-negara lain, tetapi selalu ditolak –terutama karena penentangan dari kelompok yang cemas terhadap dampak bagi lingkungan hidup.
Pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir terapung pertama, Academician Lomonosov, dimulai pada 2009. Menurut Chesnokov Alexander, Head of Export & Invesment Departemant, pengembangan power plant terapung ini dilakukan oleh Rosatom.
“Kami sudah memiliki calon pelanggan internasional, tetapi mereka ingin melihat terlebih dahulu bagaimana proyek percontohan ini berjalan,” jelasnya.
Wujud pembangkit listrik tenaga nuklir terapung ini adalah kapal tanpa mesin dengan dua reaktor di atasnya. Pembangkit ini dapat menghasilkan tenaga listrik dan panas serta mampu melakukan desalinasi air laut. Batas usai pengoperasiannya diperkirakan minimal mencapai 36 tahun yang terdiri dari tiga siklus 12 tahunan dengan pemuatan ulang reaktor di akhir tiap-tiap siklus. Para kru yang ditugaskan, termasuk para pengganti dan cadangan, berjumlah kurang lebih 140 orang.
Pembangunan dan pengoperasian pembangkit listrik semacam ini diperkirakan jauh lebih murah dibanding pembangkit konvensional, dan tentu saja mendapatkan banyak permintaan. Selain ekspor, unit tenaga terapung akan menjadi sumber listrik, panas, dan air bersih yang mumpuni bagi kawasan terpencil Rusia.
Namun faktor keamanan merupakan alasan utama di balik kesuksesan setiap proyek nuklir. Sebab setiap proyek berlandaskan pengalaman yang mumpuni dalam pengoperasian kapal pemecah es dan kapal selam, maka tingkat keamanannya pun sangat tinggi. Menurut ahli, fasilitas semacam ini adalah yang paling dapat dunia diandalkan saat ini.
Secara umum, pembangkit listrik tenaga nuklir terapung dapat menjadi proyek nasional yang unik; jika sukses, Rusia akan terus menjadi pemasok utama energi global.
Sementara itu, ujar Alexander, melihat kebutuhan energi di Indonesia sangat besar. Bahkan, jika tak ada pasokan baru ada kemungkinan besar Indonesia akan mengalami defisit. Pembangkit kapal terapung nuklir ini akan menjadi solusi bagi Indonesia untuk memasok listrik sementara di daerah terpencil atau antar pulau yang perlu pergerakan cepat mengatasi krisis listrik.
Untuk mencukupi kebutuhan pasokan listrik tersebut, Rosatom juga siap membatu pemerintah Indonesia mengatasi hal tersebut dengan membangun Pembangkit Listrik Tanaga Nuklir (PLTN).
Dalam studi yang dikembangkan, Rosatom telah membuat skenario pembangunan PLTN dengan berbagai kapasitas.
"Peran yang bisa kami lakukan dengan membangun pembangkit dengan kapasitas 5 Giga Watt (GW), ada juga 7 GW. Ada juga yang 100 ribu GW," tuturnya.
Indonesia membutuhkan rekan yang bertanggung jawab penuh atas prinsip dasar industri nuklir. Menurutnya, Rosatom merupakan rekan yang dapat diandalkan.
"Rosatom mampu dan siap untuk menjadi rekan yang bertanggungjawab penuh bagi Indonesia dan telah terbukti berpengalaman mengembangkan energi nuklir, dengan membangun 34 PLTN yang tersebar di seluruh dunia. Salah satu dari projek tersebut adalah PLTN pertama di Asia Tenggara, tepatnya di Vietnam," ujar Chesnokov Alexander
Sebelumnya, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan saat ini pengembangan energi nuklir di Indonesia ini masih sebatas pembahasan di atas meja.
Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana mengatakan, seharusnya pengembangan energi nuklir dilihat dari berbagai sisi, sehingga tidak perlu dikhawatirkan tentang dampaknya.
"Nuklir itu untuk PLTN yang baru kita upayakan di sektor itu dengan melihat keberhasilan dan kegagalan di luar negeri, lihat statistik PLTN di dunia teknologi pengamanannya dan seterusnya," kata Rida.
Menurut Rida, saat ini pengembangan nuklir di Indonesia masih sebatas diskusi. Instansinya telah mengumpulkan mengenai dampak positif dan negatif pengembangan energi ini. Orang Indonesia, lanjut Rida, seolah tabu jika membicarakan mengenai PLTN.
"Apa yang dlakukan oleh kita berupaya meletakan PLTN sebagai sesuatu yang tidak lagi yang tabu diperbincangkan teman-teman tidak tabu dengan nukir di kesehatan sudah pakai, di pertanian sudah pakai, sama untuk di PLTN," pungkasnya.
Terkait dengan masih banyak masyarakat Indonesia yang khawatir (terhadap PLTN) karena beberapa wilayah di Indonesia rawan bencana alam. Belum lagi persoalan limbah radio aktif yang dihasilkan. Sebab itu, pembangkit listrik tenaga batu bara sejauh ini masih menjadi pilihan jangka pendek.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Alexander, menjelaskan pengalaman dan keunggulan teknologi Rosatom dalam membangun dan mengelola PLTN.
“Dalam beberapa tahun ke depan Rosa-
tom akan membangun 80 PLTN di Rusia dan di beberapa negara. Semua reaktor Rosatom adalah produk evolusi, bukan revolusi, maka sangat aman dan dapat dipercaya, Jika Indonesia siap membangun PLTN, Rosatom siap berinvestasi di Indonesia dan juga siap menampung dan mengolah limbah radio aktif di Rusia,” ujar Alexander.
Menurut Alexander, lokasi PLTN yang cocok di Indonesia antara lain di Bangka Belitung, Batam, dan Kalimantan dengan reaktor jenis VVER 1200. Selain itu dibanding dengan pembangkit listrik batu bara atau gas, perbandingan harga per MWh yang dihasilkan oleh PLTN jauh lebih kompetitif.
Di kawasan Asia Tenggara sendiri, Laos, tengah membahas rencana pembangunan dua unit PLTN. Dua unit PLTN yang akan dibangun itu merupakan jenis VVER dengan kapasitas 1.000-1.200 MW. Apabila Laos benar-benar mewujudkan industri energi nuklir untuk pasokan listrik, maka negara ini akan menjadi yang kedua dalam industri nuklir setelah Vietnam di kawasan Asia Tenggara.
Sementara itu di Indonesia, rencana pembangunan PLTN masih terus dikaji oleh pemerintah dan Badan Tenaga Atom Nasional (Batan). Indonesia sebenarnya telah memiliki tiga reaktor nuklir daya eksperimental berkapasitas kecil di tiga tempat yaitu Puspiptek Serpong, Bandung, dan Yogyakarta.
Batan juga telah menandatangani kerjasama dengan Nukem Technology, anak perusahaan Rosatom, untuk merancang desain reaktor eksperimental yang keempat. Rencananya, reaktor ini akan ditempatkan di Puspiptek Serpong.
0 Response to "Mengintip Teknologi Nuklir Rusia"
Posting Komentar