JAKARTA.
Pengetatan persyaratan untuk membentuk daerah otonomi baru yang
dilakukan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui
penerbitan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah belum mampu
meredam elit daerah untuk membentuk daerah otonomi baru. Buktinya, masih
banyak daerah yang ingin menjadi daerah otonomi baru.
Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri mengatakan, berdasarkan data terakhir, ada 199 usulan pembentukan daerah otonomi baru, dalam bentuk provinsi, kabupaten dan kotamadya. "Usulan itu memaksanya luar biasa," kata Tjahjo, Rabu (23/3).
Daerah yang meminta itu diantaranya Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Timur yang meminta dipecah menjadi dua. Lalu, Kepulauan Buton yang meminta menjadi provinsi dan terpisah dari provinsi Sulawesi Tenggara.
Selain itu ada juga Nias dan Tapanuli Selatan yang meminta dimekarkan. "Cirebon juga minta dipecah juga," ujarnya.
Namun Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), kata Tjahjo, sulit memenuhi keinginan daerah-daerah tersebut. Sebab berdasarkan temuan Kemdagri, pemekaran daerah banyak yang tidak sesuai harapan pemerintah.
"Pendapatan asli daerah yang tidak jalan, pemerataan pembangunan, serta kesejahteraan masyarakatnya juga. Itu datanya sudah ada di Kemdagri," katanya.
Selain itu, persetujuan pembentukan daerah otonomi baru juga akan berdampak besar pada anggaran. "Kalau 199 permintaan dikabulkan, berapa yang harus digelontorkan, pasti mengandalkan anggaran dari pusat," katanya.
Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng. Dia meminta pemerintah untuk menghentikan pembentukan daerah otonomi baru untuk 5 tahun ke depan. Penghentian ini sambil melihat hasil pembentukan daerah otonom beberapa tahun sebelumnya.
Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri mengatakan, berdasarkan data terakhir, ada 199 usulan pembentukan daerah otonomi baru, dalam bentuk provinsi, kabupaten dan kotamadya. "Usulan itu memaksanya luar biasa," kata Tjahjo, Rabu (23/3).
Daerah yang meminta itu diantaranya Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Timur yang meminta dipecah menjadi dua. Lalu, Kepulauan Buton yang meminta menjadi provinsi dan terpisah dari provinsi Sulawesi Tenggara.
Selain itu ada juga Nias dan Tapanuli Selatan yang meminta dimekarkan. "Cirebon juga minta dipecah juga," ujarnya.
Namun Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), kata Tjahjo, sulit memenuhi keinginan daerah-daerah tersebut. Sebab berdasarkan temuan Kemdagri, pemekaran daerah banyak yang tidak sesuai harapan pemerintah.
"Pendapatan asli daerah yang tidak jalan, pemerataan pembangunan, serta kesejahteraan masyarakatnya juga. Itu datanya sudah ada di Kemdagri," katanya.
Selain itu, persetujuan pembentukan daerah otonomi baru juga akan berdampak besar pada anggaran. "Kalau 199 permintaan dikabulkan, berapa yang harus digelontorkan, pasti mengandalkan anggaran dari pusat," katanya.
Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng. Dia meminta pemerintah untuk menghentikan pembentukan daerah otonomi baru untuk 5 tahun ke depan. Penghentian ini sambil melihat hasil pembentukan daerah otonom beberapa tahun sebelumnya.
0 Response to "Ada 199 daerah memaksa dijadikan otonomi baru"
Posting Komentar