Rabu, 10 Februari 2016 | 15:05 WIB
Di tengah menurunnya minat terhadap pelajaran bahasa Indonesia di Australia, beberapa politisi justru getol mempelajarinya.
"Lima belas tahun mendatang Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi yang besar," ujar anggota parlemen yang juga Menteri Keuangan Bayangan di pihak oposisi, Chris Bowen, di depan anggota Australia-Indonesia Business Council, akhir Januari lalu.
Diam-diam Bowen dari Partai Buruh telah setahun belajar bahasa Indonesia melalui kursus daring berdurasi tiga tahun dari Universitas New England, sebuah universitas di Armidale, kota kecil 500 kilometer di utara Sydney.
"Saya bisa mengerti minat menggebu terhadap studi Tiongkok dan India. Namun, Indonesia berada di dekat kita, tetapi sering terlupakan," tutur Bowen yang beberapa kali menjadi menteri di pemerintahan Kevin Rudd dan Julia Gillard.
Indonesia diprediksi akan menyalip Jerman dan Inggris pada 2030 dan kekuatan ekonomi nomor tujuh di dunia, menurut laporan McKinsey.
Bowen mengatakan mendukung kebijakan PM Malcolm Turnbull meningkatkan hubungan dagang dengan Indonesia, yang memiliki jumlah kelas menengah 50 juta orang.
Merujuk motivasinya belajar bahasa Indonesia, Bowen menuturkan sebuah pertemuan dengan beberapa menteri Indonesia yang semuanya bisa berbahasa Inggris, sedangkan tidak satu pun dari rombongan menteri Australia bisa berbahasa Indonesia. "Selain tak nyaman, bukankah ini sebuah bentuk kecongkakan?" katanya.
Koleganya di parlemen, Hugh Hartigan, yang menjadi penasihat ekonominya, juga belajar bahasa Indonesia. Setiap kali jeda sehabis rapat, Bowen dan Hartigan langsung praktik menjabarkan angka-angka ekonomi dalam bahasa Indonesia.
Seorang kolega lainnya, Asisten Menteri Kesehatan Bayangan Stephen Jones, juga belajar bahasa Indonesia. Jones bersama anggota parlemen lain seperti Andrew Leigh dan mantan menteri Penny Wong juga bisa berbahasa Melayu sehingga ada pemeo bahwa di kubu Partai Buruh ada kelompok yang bisa menggunakan bahasa rahasia.
Namun, seorang wartawan senior yang enggan disebut namanya tak terlalu berharap antusiasme politisi menjelma menjadi sesuatu yang nyata.
"Ini lagu lama sejak 25 tahun lalu. Saya sudah sering mendengar. Tetapi dalam praktik tidak banyak yang terjadi," ujarnya.
Sebuah studi menunjukkan, 10 tahun lagi pelajaran bahasa Indonesia akan punah di Australia, walau sudah masuk kurikulum nasional sejak 1950-an.
Selain merosotnya dana pemerintah, sebab lain adalah lebih dari 90 persen pelajar yang mengambil pelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah tidak belajar sampai tamat.
Profesor Tim Lindsey dari Universitas Melbourne akhir tahun lalu mengatakan bahwa gelontoran dana 100 juta dollar dari pemerintah merupakan satu-satunya jalan memulihkan minat pada bahasa Indonesia.
Studi yang dilakukan Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies (ACICIS) pada 2009 menunjukkan bahwa lebih banyak siswa SMP yang belajar bahasa Indonesia pada tahun 1972 daripada sekarang.
Dalam kurun 2001 sampai 2010 mahasiswa yang belajar bahasa Indonesia turun 37 persen, ketika jumlah mahasiswa baru meningkat 40 persen.
Pemerintah Australia tampaknya bukan tak menyadari hal ini, terbukti saat Ketua ACICIS David T Hill, profesor studi Asia Tenggara dari Universitas Murdoch, mendapat bintang Order of Australia tahun lalu.
ACICIS berjasa mengirim sekitar 2.000 mahasiswa Australia ke Indonesia untuk belajar bahasa Indonesia dalam kurun waktu 20 tahun. (Harry Bhaskara Koresponden Kompas di Brisbane, Australia)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Februari 2016, di halaman 9 dengan judul "Politisi Australia Belajar Bahasa Indonesia".
0 Response to "Politisi Australia Belajar Bahasa Indonesia"
Posting Komentar