Oleh: Ustadz Rappung Samuddin
Masalah siapa yang bakal diusung atau dipilih oleh partai-partai Islam adalah masuk dalam ranah ijtihadi. Yang berlaku di sini adalah al-hukmu bi az-zhawahir. (Maknanya) Selama dia menampakkan keislaman, komitmen, atau mafsadat (kemudharatan) yang ada padanya jauh lebih ringan, maka layak didukung. Perkara apa yang akan dilakukan setelah itu, maka ia urusan ghaib, yang hanya diketahui oleh Allah SWT.
Jadi kalau ada muslim masih saja meratapi, merutuki, serta menyalah-nyalahkan saudaranya terkait apa yang sebenarnya tidak mereka ketahui kecuali setelah terjadi, maka harus ditanyakan kembali keimanannya terhadap qadha dan qadar Allah. Apa yang terjadi itu semuanya tidak lepas dari takdir dan kehendak-Nya.
Sekali lagi ini masalah ijtihadi. Bisa benar dan bisa pula keliru. Yang salah itu kalau tidak berbuat sama sekali dan hanya pandai merutuki. Pemimpin (daerah) yang baik hasil dari ijtihad partai-partai Islam banyak jumlahnya, namun sunyi dari pujian saudara-saudara kita yang ahli meratap. Sementara yang buruk itu sangat sedikit, namun karena diprovokasi media, mereka juga ikut latah.
Padahal orang mukmin itu ibarat satu tubuh. Saling melindungi dan menyangga. Saling menutupi dan membela. Serta saling mengevaluasi dan menasehati. Bukan saling merutuki dan membuka aib; apalagi ikut-ikutan berteriak dalam satu barisan dengan musuh Islam untuk tujuan melemahkan: "Lihat sana, oknum fulan atau fulanah yang korup itu, dulu didukung oleh partai-partai Islam!".
0 Response to " Ijtihad Memilih Pemimpin"
Posting Komentar