JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Pusat Studi Hukum
Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Mustafa Fakhri
meragukan ketelitian Presiden Joko Widodo saat menandatangani Peraturan
Presiden Nomor 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Presiden. Pasalnya, isi
perpres tersebut dinilai berpotensi mengambil alih sebagian kewenangan
Presiden.
"Jangan-jangan Presiden enggak baca, langsung tanda tangan saja perpres itu," ujar Mustafa saat ditemui seusai menjadi pembicara dalam diskusi Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) di Jakarta, Senin (13/4/2015).
Menurut Mustafa, isi perpres tersebut memberikan kewenangan yang cukup besar terhadap Kepala Staf Kepresidenan. Menurut dia, hal itu meliputi kewenangan taktis dan strategis terhadap kelembagaan. Bahkan, begitu besarnya kewenangan Kepala Staf Kepresidenan, kata Mustafa, sampai-sampai melebihi rapat kabinet, yang merupakan mekanisme kerja pemerintah.
"Kepala Staf Kepresidenan dapat mengambil data mentah dari lembaga mana pun. Kebijakannya dapat mengambil alih kewenangan strategis Presiden," kata Mustafa.
Menurut dia, jika tidak diawasi dengan baik, wewenang Kepala Staf Kepresidenan dapat mereduksi tugas dan kewenangan Presiden. Menurut Mustafa, perpres penambahan wewenang tersebut bisa jadi ancaman jika diterapkan pada negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial.
Melalui perpres tersebut, Presiden menambah kewenangan Kepala Staf Kepresidenan Luhut B Pandjaitan. Luhut memiliki kewenangan yang dinilai cukup strategis, antara lain melaksanakan pengendalian dalam rangka memastikan program-program prioritas nasional dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi Presiden.
Luhut juga memiliki kewenangan melakukan penyelesaian masalah secara komprehensif terhadap program-program prioritas nasional yang dalam pelaksanaannya mengalami hambatan. Selain itu, percepatan pelaksanaan program-program prioritas nasional dan pemantauan kemajuan terhadap pelaksanaan program-program prioritas nasional.
"Jangan-jangan Presiden enggak baca, langsung tanda tangan saja perpres itu," ujar Mustafa saat ditemui seusai menjadi pembicara dalam diskusi Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) di Jakarta, Senin (13/4/2015).
Menurut Mustafa, isi perpres tersebut memberikan kewenangan yang cukup besar terhadap Kepala Staf Kepresidenan. Menurut dia, hal itu meliputi kewenangan taktis dan strategis terhadap kelembagaan. Bahkan, begitu besarnya kewenangan Kepala Staf Kepresidenan, kata Mustafa, sampai-sampai melebihi rapat kabinet, yang merupakan mekanisme kerja pemerintah.
"Kepala Staf Kepresidenan dapat mengambil data mentah dari lembaga mana pun. Kebijakannya dapat mengambil alih kewenangan strategis Presiden," kata Mustafa.
Menurut dia, jika tidak diawasi dengan baik, wewenang Kepala Staf Kepresidenan dapat mereduksi tugas dan kewenangan Presiden. Menurut Mustafa, perpres penambahan wewenang tersebut bisa jadi ancaman jika diterapkan pada negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial.
Melalui perpres tersebut, Presiden menambah kewenangan Kepala Staf Kepresidenan Luhut B Pandjaitan. Luhut memiliki kewenangan yang dinilai cukup strategis, antara lain melaksanakan pengendalian dalam rangka memastikan program-program prioritas nasional dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi Presiden.
Luhut juga memiliki kewenangan melakukan penyelesaian masalah secara komprehensif terhadap program-program prioritas nasional yang dalam pelaksanaannya mengalami hambatan. Selain itu, percepatan pelaksanaan program-program prioritas nasional dan pemantauan kemajuan terhadap pelaksanaan program-program prioritas nasional.
Penulis | : Abba Gabrillin |
Editor | : Fidel Ali Permana |
0 Response to "Jokowi Dicurigai Tidak Baca Perpres Kantor Staf Presiden"
Posting Komentar