Minggu, 28 Februari 2016 / 16:28 WIB
JAKARTA.
Bank Indonesia (BI) semakin yakin atas penguatan nilai tukar rupiah.
Apalagi, utang luar negeri swasta diperkirakan tidak akan terlalu
membebani kebutuhan valuta asing.
Direktur eksekutif kebijakan ekonomi dan moneter BI Juda Agung mengatakan, berbagai kebijakan yang dilakukan bisa meredam kebutuhan akan valas. Misalnya kewajiban perusahaan untuk menerapkan skema lindung nilai alias hedging atas valasnya.
Menurut pantauan BI selama ini 85% dari 200 pemilik utang luar negeri telah melakukan hedging. Di samping itu, terkait skenario untuk menekan bunga kredit atau landing rate di dalam negeri.
Hal itu akan membuat cost of fund alias beban atas pembiayaan korporasi berkurang jika mencari pinjaman dari dalam negeri. Selama ini, memang banyak korporasi yang memilih untuk melakukan pendanaan dari luar negeri.
Itulah yang menyebabkan utang dari sektor korporasi ini membengkak dan membebani kebutuhan valas. "Kalau terlalu banyak ULN ada risiko nilai tukar," kata Juda, Jumat (28/1) lalu.
Seperti yang dikatakan, bahwa berbagai upaya sedang dilakukan pemerintah bersama BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) supaya landing rat turun menjadi 9% tahun ini. Itu akan membuat cost fund industri turun, dan kredit akan meningkat.
Sementara itu menteri koordinator bidang perekonomian Darmin Nasution mengatakan, diharapkan para pengusaha banyak yang memanfaatkan suku bunga rendah. Lalu, mengalihkan utangnya dari luar ke dalam negeri.
Sementara ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Latif Adam bilang, memang tidak semudah itu agar korporasi mengalihkan utangnya. Selain masalah bunga yang rendah banyak hal yang dipertimbangkan, misalnya tingkat kepercayaan mereka kepada bank-bank luar negeri.
Catatan saja, pada kuartal IV 2015 lalu jumlah utang luar negeri swasta sebesar US$ 167,7 miliar, turun 0,2% dibandingkan kuartal sebelumnya. Jumlah utang luar negeri swasta ini mencapai 54% dari total utang luar negeri.
Direktur eksekutif kebijakan ekonomi dan moneter BI Juda Agung mengatakan, berbagai kebijakan yang dilakukan bisa meredam kebutuhan akan valas. Misalnya kewajiban perusahaan untuk menerapkan skema lindung nilai alias hedging atas valasnya.
Menurut pantauan BI selama ini 85% dari 200 pemilik utang luar negeri telah melakukan hedging. Di samping itu, terkait skenario untuk menekan bunga kredit atau landing rate di dalam negeri.
Hal itu akan membuat cost of fund alias beban atas pembiayaan korporasi berkurang jika mencari pinjaman dari dalam negeri. Selama ini, memang banyak korporasi yang memilih untuk melakukan pendanaan dari luar negeri.
Itulah yang menyebabkan utang dari sektor korporasi ini membengkak dan membebani kebutuhan valas. "Kalau terlalu banyak ULN ada risiko nilai tukar," kata Juda, Jumat (28/1) lalu.
Seperti yang dikatakan, bahwa berbagai upaya sedang dilakukan pemerintah bersama BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) supaya landing rat turun menjadi 9% tahun ini. Itu akan membuat cost fund industri turun, dan kredit akan meningkat.
Sementara itu menteri koordinator bidang perekonomian Darmin Nasution mengatakan, diharapkan para pengusaha banyak yang memanfaatkan suku bunga rendah. Lalu, mengalihkan utangnya dari luar ke dalam negeri.
Sementara ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Latif Adam bilang, memang tidak semudah itu agar korporasi mengalihkan utangnya. Selain masalah bunga yang rendah banyak hal yang dipertimbangkan, misalnya tingkat kepercayaan mereka kepada bank-bank luar negeri.
Catatan saja, pada kuartal IV 2015 lalu jumlah utang luar negeri swasta sebesar US$ 167,7 miliar, turun 0,2% dibandingkan kuartal sebelumnya. Jumlah utang luar negeri swasta ini mencapai 54% dari total utang luar negeri.
0 Response to "BI yakin pertumbuhan ULN Swasta menyempit"
Posting Komentar