Jumat, 29 Januari 2016 06:06
  
  
  
  - Drama kasus kematian Wayan Mirna Salihin (27) 
terus bergulir. Situasi semakin terasa menjadi drama saat Jessica Kumala
 Wongso (27), rekan Mirna yang saat kejadian memesankan es kopi Vietnam 
di Kafe Olivier, Grand Indonesia wara-wiri di sejumlah media massa.
Sahabat Mirna semasa menempuh pendidikan di Billy Blue College of Design, Australia ini merasa tersudut akan tudingan demi tudingan yang menyudutkan dirinya ke arah pelaku penabur racun sianida di dalam es kopi milik Mirna. Alhasil, Jessica sibuk klarifikasi dan mengumbar kronologi sebelum, saat dan sesudah Mirna tewas.
Yang dijelaskan Jessica mulai dari awal mula temu janji dengan Mirna dan kedua rekannya yang lain, alasan ia memesankan lebih dulu minuman untuk kedua sahabatnya, kemudian bagaimana reaksi orang-orang disekitarnya saat mengetahui Mirna keracunan hingga kedekatan Jessica dengan keluarga Mirna.
Jessica klaim dirinya cukup mengenal baik keluarga Mirna lantaran pernah sama-sama mengenyam pendidikan di tempat yang sama.
Namun, hal sebaliknya diungkapkan Darmawan Salihin, ayah Mirna. "Bohong! Saya baru lihat dia di rumah sakit waktu Mirna sudah nggak ada," tegas Darmawan kepada wartawan di Direskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (28/1).
Bahkan, Darmawan menilai banyak kebohongan yang diutarakan Jessica melalui kesaksiannya. "Dan sekali lagi saya ingetin dia, dia bohong sama saya, saya bilang 'anak saya minum kopi meninggal, kamu minum apa?' Dia bilang 'minum air mineral'. Padahal di bon-nya ada tiga, dua cocktail dan satu es vietnam kopi, gimana ada mineral?," jelasnya.
Sahabat Mirna semasa menempuh pendidikan di Billy Blue College of Design, Australia ini merasa tersudut akan tudingan demi tudingan yang menyudutkan dirinya ke arah pelaku penabur racun sianida di dalam es kopi milik Mirna. Alhasil, Jessica sibuk klarifikasi dan mengumbar kronologi sebelum, saat dan sesudah Mirna tewas.
Yang dijelaskan Jessica mulai dari awal mula temu janji dengan Mirna dan kedua rekannya yang lain, alasan ia memesankan lebih dulu minuman untuk kedua sahabatnya, kemudian bagaimana reaksi orang-orang disekitarnya saat mengetahui Mirna keracunan hingga kedekatan Jessica dengan keluarga Mirna.
Jessica klaim dirinya cukup mengenal baik keluarga Mirna lantaran pernah sama-sama mengenyam pendidikan di tempat yang sama.
Namun, hal sebaliknya diungkapkan Darmawan Salihin, ayah Mirna. "Bohong! Saya baru lihat dia di rumah sakit waktu Mirna sudah nggak ada," tegas Darmawan kepada wartawan di Direskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (28/1).
Bahkan, Darmawan menilai banyak kebohongan yang diutarakan Jessica melalui kesaksiannya. "Dan sekali lagi saya ingetin dia, dia bohong sama saya, saya bilang 'anak saya minum kopi meninggal, kamu minum apa?' Dia bilang 'minum air mineral'. Padahal di bon-nya ada tiga, dua cocktail dan satu es vietnam kopi, gimana ada mineral?," jelasnya.
"Yang saat itu dia minumnya koktail yang ada apanya itu alkohol. Bukan minum air mineral," tegas Darmawan. Suami-Istri Beda NPWP, Awas Kena Pajak Berlipat
26 Januari 2016 11:21:42 Diperbarui: 27 Januari 2016 08:05:37 Dibaca : 
144,196 Komentar : 44 Nilai : 29
Suami-Istri Beda NPWP, Awas Kena Pajak Berlipat
Pasal 8 UU PPh, Sumber: Ditjen Pajak RI
“Ini seperti jebakan batman,” keluhnya.
Pria paruh baya berpenampilan necis itu, sebut saja namanya Rico, mulai 
berkeluh-kesah. Sebagai seorang pegawai di sebuah perusahaan swasta, dia
 dan istrinya telah dipotong pajak oleh perusahaan tempat kerja mereka.
Dia menunjukkan formulir 1721-A1 sebagai bukti atas penghasilannya dan 
istri telah dipotong pajak. Namun karena sang istri punya Nomor Pokok 
Wajib Pajak (NPWP) sendiri, akhirnya perhitungan pajaknya menjadi kurang
 bayar, akibat pengenaan tarif pajak progresif.
Kok Bisa?
“Kenapa istri saya dihimbau untuk ber-NPWP, kalau kayak gini akhirnya?” 
protesnya lagi.
Ya, bisa saja masalah di atas terjadi. Bisa karena ketidaktahuan Wajib 
Pajak atas sebuah konsekuensi perpajakan, saat istri memutuskan memiliki
 NPWP sendiri, terpisah dari NPWP suami misalnya. Atau karena kurangnya 
sosialisasi petugas pajak dalam penerapan sebuah aturan terbaru.
Keluarga Sebagai Kesatuan Ekonomi
Sebenarnya Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) sendiri telah 
mengatur secara jelas bahwa sistem pengenaan pajak Indonesia menempatkan
 keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis.
Penjelasan Pasal 8 UU PPh nomor 36 tahun 2008 menyatakan: penghasilan 
atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabung sebagai satu 
kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan 
oleh kepala keluarga ( dalam hal ini suami).
Maksudnya, penghasilan dan kerugian istri akan dianggap sebagai 
penghasilan dan kerugian suami, sehingga dikenai pajak bersama. Namun 
jika penghasilan istri hanya didapat satu pemberi kerja dan tidak ada 
hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami, maka tidak akan 
digabung. Dengan catatan penghasilan tersebut telah dipotong pajak oleh 
pemberi kerja.
Maka atas penghasilan istri tersebut akan dilaporkan dalam lampiran 
Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan, bukan dalam kolom induk. Yaitu dalam 
kolom: Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan/atau bersifat Final.
Sebagai konsekuensi kewajiban perpajakan ada di suami sebagai kepala 
keluarga, otomatis kewajiban ber-NPWP itu juga ada pada suami. 
Mungkinkah suami istri melakukan kewajiban pajak terpisah, dan istri 
memiliki NPWP sendiri?
Dalam Pasal 8 ayat (2) UU PPh mengatur ada tiga kondisi suami-istri 
dapat dikenakan pajak secara terpisah:
Pertama suami-istri telah berpisah (bercerai). Sudah sewajarnya memang 
jika pajaknya dikenakan terpisah. Biasanya tanggungan anak akan 
tergantung perjanjian, ikut suami atau istri.
Kedua berdasarkan perjanjian tertulis pisah harta oleh suami-istri.
Ketiga istri ingin melaksanakan hak dan kewajiban pajak terpisah dari 
suami, meski tidak ada perjanjian tertulis pisah harta. Kasus Rico 
termasuk dalam kategori ini.
Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011 jelas mengatur 
jika istri ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan 
terpisah dari suami harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok
 Wajib Pajak.
Untuk pertimbangan pribadi (misal: mengajukan pinjaman bank, dll) istri 
dapat saja memiliki NPWP sendiri, terpisah dari suami karena memang 
aturannya memungkinkan. Namun bagaimana dengan implikasi hukum pajaknya?
Penghitungan Pajak Suami-Istri Beda NPWP
Ketika istri dalam status kawin memiliki NPWP sendiri karena alasan 
tertentu seperti halnya perjanjian tertulis pisah harta, maka pengenaan 
pajaknya telah diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU PPh, yaitu penghasilan 
neto suami-istri digabung kemudian besaran masing-masing pajak 
suami-istri tersebut dihitung sesuai perbandingan penghasilan neto 
mereka.
Resikonya pengenaan tarif pajak progresif atas penghasilan gabungan 
suami-istri ini akan mengakibatkan pajak mereka jadi kurang bayar, 
seperti yang dialami Rico di atas. Kita bisa lihat ilustrasi 
perbandingan pajak yang dikenakan jika istri punya NPWP sendiri atau 
jika ikut suami.
Kasus
Rico dan Istri menikah, tetapi tidak memiliki anak. NPWP hanya dimiliki 
Rico sebagai kepala keluarga. Rico bekerja di PT. Sumber Makmur. 
Penghasilan netto tahun 2015 yang diperoleh Rico sebesar Rp. 
100.000.000,-. Sedangkan istrinya bekerja di PT. Maju Terus dengan 
penghasilan netto setahun Rp. 50.000.000,-. Atas penghasilan mereka 
sudah di potong pajak oleh pemberi kerja dengan perhitungan sebagai 
berikut:
Suami
Penghasilan Netto                    100.000.000
PTKP (K/0)                                           26.325.000
Penghasilan Kena Pajak              73.675.000
PPh Terutang setahun
5% x 50.000.000   = 2.500.000
15% x 23.675.000 = 3.551.250
Jumlah                                        6.051.250
Istri
Penghasilan Netto                        50.000.000
PTKP (TK/0)                                24.300.000
Penghasilan Kena Pajak                25.700.000
PPh Terutang setahun
5% x 25.700.000                            1.285.000
Sementara jika istri Rico memiliki NPWP sendiri, maka penghitungan PPh 
terutangnya akan digabung.
Penghasilan suami-istri digabung.
Penghasilan Netto Suami              100.000.000
Penghasilan Netto Istri                 50.000.000
Total Penghasilan Netto                150.000.000
PTKP (K/I/0)                                 50.625.000
Total Penghasilan Kena Pajak         99.375.000
PPh Terutang Setahun
5% x 50.000.000   = 2.500.000
15% x 49.375.000 = 7.406.250
Jumlah                                           9.906.250
Perhitungan untuk SPT tahunan PPh suami
PPh terutang
(100.000.000/150.000.000) x 9.906.250= 6.604.167
Kredit pajak PPh 21                                6.051.250
PPh kurang bayar                                     552.917
Perhitungan untuk SPT tahunan Istri
PPh terutang
(50.000.000/150.000.000) x 9.906.250 = 3.302.083
Kredit pajak PPh 21                                1.285.000
PPh kurang bayar                                   2.017.083
Dari ilustrasi di atas dapat dilihat jika istri memiliki NPWP sendiri 
ada kekurangan pajak sebesar Rp. 2.570.000,- yang harus dibayar Rico dan
 istri. Sementara jika NPWP hanya dimiliki oleh Rico maka tidak ada 
kekurangan pajak, karena telah dipotong perusahaan.
Dengan menyandingkan konsekuensi pengenaan pajak jika istri memiliki 
NPWP sendiri terpisah dari suami, akan jadi pertimbangan Wajib Pajak 
sebelum memutuskan apakah sebaiknya istri ber-NPWP sendiri atau tidak. 
Sehingga kasus Rico tak perlu terulang. Karena banyaknya permohonan 
penghapusan NPWP, berarti menambah beban kerja Kantor Pelayanan Pajak 
(KPP) juga.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/dewidamayanti/suami-istri-beda-npwp-awas-kena-pajak-berlipat_56a6f456cc92731505cc92cc Suami-Istri Beda NPWP, Awas Kena Pajak Berlipat
26 Januari 2016 11:21:42 Diperbarui: 27 Januari 2016 08:05:37 Dibaca : 
144,196 Komentar : 44 Nilai : 29
Suami-Istri Beda NPWP, Awas Kena Pajak Berlipat
Pasal 8 UU PPh, Sumber: Ditjen Pajak RI
“Ini seperti jebakan batman,” keluhnya.
Pria paruh baya berpenampilan necis itu, sebut saja namanya Rico, mulai 
berkeluh-kesah. Sebagai seorang pegawai di sebuah perusahaan swasta, dia
 dan istrinya telah dipotong pajak oleh perusahaan tempat kerja mereka.
Dia menunjukkan formulir 1721-A1 sebagai bukti atas penghasilannya dan 
istri telah dipotong pajak. Namun karena sang istri punya Nomor Pokok 
Wajib Pajak (NPWP) sendiri, akhirnya perhitungan pajaknya menjadi kurang
 bayar, akibat pengenaan tarif pajak progresif.
Kok Bisa?
“Kenapa istri saya dihimbau untuk ber-NPWP, kalau kayak gini akhirnya?” 
protesnya lagi.
Ya, bisa saja masalah di atas terjadi. Bisa karena ketidaktahuan Wajib 
Pajak atas sebuah konsekuensi perpajakan, saat istri memutuskan memiliki
 NPWP sendiri, terpisah dari NPWP suami misalnya. Atau karena kurangnya 
sosialisasi petugas pajak dalam penerapan sebuah aturan terbaru.
Keluarga Sebagai Kesatuan Ekonomi
Sebenarnya Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) sendiri telah 
mengatur secara jelas bahwa sistem pengenaan pajak Indonesia menempatkan
 keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis.
Penjelasan Pasal 8 UU PPh nomor 36 tahun 2008 menyatakan: penghasilan 
atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabung sebagai satu 
kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan 
oleh kepala keluarga ( dalam hal ini suami).
Maksudnya, penghasilan dan kerugian istri akan dianggap sebagai 
penghasilan dan kerugian suami, sehingga dikenai pajak bersama. Namun 
jika penghasilan istri hanya didapat satu pemberi kerja dan tidak ada 
hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami, maka tidak akan 
digabung. Dengan catatan penghasilan tersebut telah dipotong pajak oleh 
pemberi kerja.
Maka atas penghasilan istri tersebut akan dilaporkan dalam lampiran 
Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan, bukan dalam kolom induk. Yaitu dalam 
kolom: Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan/atau bersifat Final.
Sebagai konsekuensi kewajiban perpajakan ada di suami sebagai kepala 
keluarga, otomatis kewajiban ber-NPWP itu juga ada pada suami. 
Mungkinkah suami istri melakukan kewajiban pajak terpisah, dan istri 
memiliki NPWP sendiri?
Dalam Pasal 8 ayat (2) UU PPh mengatur ada tiga kondisi suami-istri 
dapat dikenakan pajak secara terpisah:
Pertama suami-istri telah berpisah (bercerai). Sudah sewajarnya memang 
jika pajaknya dikenakan terpisah. Biasanya tanggungan anak akan 
tergantung perjanjian, ikut suami atau istri.
Kedua berdasarkan perjanjian tertulis pisah harta oleh suami-istri.
Ketiga istri ingin melaksanakan hak dan kewajiban pajak terpisah dari 
suami, meski tidak ada perjanjian tertulis pisah harta. Kasus Rico 
termasuk dalam kategori ini.
Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011 jelas mengatur 
jika istri ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan 
terpisah dari suami harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok
 Wajib Pajak.
Untuk pertimbangan pribadi (misal: mengajukan pinjaman bank, dll) istri 
dapat saja memiliki NPWP sendiri, terpisah dari suami karena memang 
aturannya memungkinkan. Namun bagaimana dengan implikasi hukum pajaknya?
Penghitungan Pajak Suami-Istri Beda NPWP
Ketika istri dalam status kawin memiliki NPWP sendiri karena alasan 
tertentu seperti halnya perjanjian tertulis pisah harta, maka pengenaan 
pajaknya telah diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU PPh, yaitu penghasilan 
neto suami-istri digabung kemudian besaran masing-masing pajak 
suami-istri tersebut dihitung sesuai perbandingan penghasilan neto 
mereka.
Resikonya pengenaan tarif pajak progresif atas penghasilan gabungan 
suami-istri ini akan mengakibatkan pajak mereka jadi kurang bayar, 
seperti yang dialami Rico di atas. Kita bisa lihat ilustrasi 
perbandingan pajak yang dikenakan jika istri punya NPWP sendiri atau 
jika ikut suami.
Kasus
Rico dan Istri menikah, tetapi tidak memiliki anak. NPWP hanya dimiliki 
Rico sebagai kepala keluarga. Rico bekerja di PT. Sumber Makmur. 
Penghasilan netto tahun 2015 yang diperoleh Rico sebesar Rp. 
100.000.000,-. Sedangkan istrinya bekerja di PT. Maju Terus dengan 
penghasilan netto setahun Rp. 50.000.000,-. Atas penghasilan mereka 
sudah di potong pajak oleh pemberi kerja dengan perhitungan sebagai 
berikut:
Suami
Penghasilan Netto                    100.000.000
PTKP (K/0)                                           26.325.000
Penghasilan Kena Pajak              73.675.000
PPh Terutang setahun
5% x 50.000.000   = 2.500.000
15% x 23.675.000 = 3.551.250
Jumlah                                        6.051.250
Istri
Penghasilan Netto                        50.000.000
PTKP (TK/0)                                24.300.000
Penghasilan Kena Pajak                25.700.000
PPh Terutang setahun
5% x 25.700.000                            1.285.000
Sementara jika istri Rico memiliki NPWP sendiri, maka penghitungan PPh 
terutangnya akan digabung.
Penghasilan suami-istri digabung.
Penghasilan Netto Suami              100.000.000
Penghasilan Netto Istri                 50.000.000
Total Penghasilan Netto                150.000.000
PTKP (K/I/0)                                 50.625.000
Total Penghasilan Kena Pajak         99.375.000
PPh Terutang Setahun
5% x 50.000.000   = 2.500.000
15% x 49.375.000 = 7.406.250
Jumlah                                           9.906.250
Perhitungan untuk SPT tahunan PPh suami
PPh terutang
(100.000.000/150.000.000) x 9.906.250= 6.604.167
Kredit pajak PPh 21                                6.051.250
PPh kurang bayar                                     552.917
Perhitungan untuk SPT tahunan Istri
PPh terutang
(50.000.000/150.000.000) x 9.906.250 = 3.302.083
Kredit pajak PPh 21                                1.285.000
PPh kurang bayar                                   2.017.083
Dari ilustrasi di atas dapat dilihat jika istri memiliki NPWP sendiri 
ada kekurangan pajak sebesar Rp. 2.570.000,- yang harus dibayar Rico dan
 istri. Sementara jika NPWP hanya dimiliki oleh Rico maka tidak ada 
kekurangan pajak, karena telah dipotong perusahaan.
Dengan menyandingkan konsekuensi pengenaan pajak jika istri memiliki 
NPWP sendiri terpisah dari suami, akan jadi pertimbangan Wajib Pajak 
sebelum memutuskan apakah sebaiknya istri ber-NPWP sendiri atau tidak. 
Sehingga kasus Rico tak perlu terulang. Karena banyaknya permohonan 
penghapusan NPWP, berarti menambah beban kerja Kantor Pelayanan Pajak 
(KPP) juga.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/dewidamayanti/suami-istri-beda-npwp-awas-kena-pajak-berlipat_56a6f456cc92731505cc92cc
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/dewidamayanti/suami-istri-beda-npwp-awas-kena-pajak-berlipat_56a6f456cc92731505cc92cc
0 Response to "Ayah Mirna akhirnya bongkar daftar kebohongan Jessica"
Posting Komentar