Sabtu, 23/01/2016 14:35 WIB
Tokoh nasional Amien Rais mendesak
Presiden Jokowi nantinya tidak memperpanjang kontrak karya PT Freeport.
(CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Indonesia
--
Berbicara soal amandemen UUD 1945 dan GBHN tak bisa
dilepaskan dari persoalan Freeport di Papua. Perusahaan tambang emas
terbesar di dunia yang dikuasai Amerika Serikat itu menjadi sorotan
khusus dari Amien Rais. Politikus kawakan yang meraih gelar doktor ilmu politik dari Universitas Chicago, Illinois, Amerika Serikat, itu bicara blak-blakan kepada wartawan CNN Indonesia.com, Basuki Rahmat dan Christie Stefanie, di tengah tarik ulur perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia yang belakangan mencuat.
Skandal pembagian jatah saham Freeport yang menghebohkan baru-baru ini memaksa Setya Novanto harus lengser dari jabatan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Amien Rais membeberkan secara gamblang seluruh permasalahan yang berkaitan dengan Freeport.
Bagaimana Pak Amien mencermati persoalan Freeport ini?
Freeport itu seperti negara di dalam negara. Tidak bisa diusik. Kita tidak boleh, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat masuk. Tidak boleh sama sekali. Jadi misalnya Pemda Papua mau masuk tidak boleh, padahal itu kan wilayah kita. Nah kemudian bayangkan ini penjajahan ekonomi yang terang-terangan. Freeport McMoRan itu adalah tambang emas terbesar di muka Bumi. Enggak ada yang melebihi tetapi royalti untuk kita cuma 1 persen. Di alam semesta ini tidak ada negara seaneh kita. Pemangku kekayaan (Indonesia) kemudian diberi 1 persen royalti itu sudah gembira. Jadi ini betul-betul kita malu besar.
Jadi saya kira memang Pak Harto tidak berani, sama Amerika. Pak Habibie idem begitu, Bu Megawati tidak berani, Gus Dur tidak berani, Pak Jokowi…namanya juga agak takut tapi ini momentum, momentum. Jadi saya kira kalau Jokowi Jusuf Kalla (selaku) pimpinan nasional didukung DPR didukung elemen-elemen bangsa, semua mengatakan bahwa Pasal 33 harus dilaksanakan dengan konsekuen maka tidak perlu Freeport diperpanjang lagi.
Tidak ada yang salah. Jadi 2021 sudah selesai, wassalam, Freeport go back to our country. I Will take care… Biarkan lah Papua bisa berkembang, karena nanti akan kita ulas sendiri, katakanlah misalnya nih ada kesepakatan antara Jakarta dan Pemda Papua bahwa nanti fifty-fifty, itu Papua akan segera maju luar biasa.
Apa mungkin Pak kalau kontrak Freeport tidak diperpanjang mengingat Amerika punya banyak kepentingan di sini yang tak bisa dilepas begitu saja?
Amerika itu setan. Maaf ini, maaf Amerika, ya. Jadi begini, Amerika itu hanya bisa mempersulit, hanya bisa menggeretak, mengancam, tidak bisa memaksa. Jadi kalau kita ini punya pendirian yang tegas, sudah cukup Amerika kamu sudah setengah abad merampok kekayaaan alam kita secara legitimate karena di bawah undang-undang itu, peraturan pemerintah itu, sudah selesai, sekarang kita ambil kembali.
Tidak ada yang salah sedikitpun, sama sekali tidak ada yang dilanggar. Jadi Amerika harus tunduk kepada hukum internasional. Sudah selesai, ya sudah. Nah cuma kita ini banyak anak-anak bangsa yang lebih Amerika dari Amerika. Jadi hamba Amerika begitu. ‘Waduh kalau Freeport enggak diperpanjang bisa goncang ekonomi nasional, nanti Papua menuju anarki’. Itu omong kosong song song song, enggak ada benarnya sama sekali.
Lihat Venezuela di bahu Hugo Chavez, semua pertambangan direkonstruksi tidak ada yang protes. Lihat Bolivia, Bolivia itu Presidennya cuma lulusan STM tapi punya keberanian untuk membela kepentingan bangsanya. Ketika semua perusahaan asing didikte harus begini-begini mereka juga setuju. Apalagi kita negara besar nomor empat di muka Bumi, G20, kita negara yang betul-betul raksasa di Asia Tenggara ini, jadi kalau kita mau punya apapun, Amerika pasti tunduk. Cuma kadang-kadang mental harimau kita telah menjadi mental trewelu atau marmut. Jadi enggak berani.
Jadi artinya sangat mungkin itu bisa dilakukan stop perpanjangan kontrak Freeport dan tidak ada yang dilanggar sama sekali?
Harus, harus dilakukan, dan sama sekali Indonesia tidak ada yang dilanggar. Bahkan kalau kita buka kitab hukum internasional di sana ada dua doktrin, dua adagium, bahwa kalau ada dua negara bersepakat tentang sesuatu perjanjian, kontrak karya atau apapun, itu ada adagium namnya Pacta Sunt Servanda, pakta perjanjian kesepakatan harus dilaksanakan. Hukum internasional mengatakan tapi kalau di tengah jalan ada pihak yang merasa dirugikan maka ada doktrin yang bernama Rebus Sic Stantibus, artinya kalau ada negara yang merasa rugi maka dia bisa negosiasi ulang, bisa memberhentikan, bisa menyatakan kalau perlu dibatalkan dan lain-lain.
Sudahlah ini kepada CNN Indonesia ini saya yakin sekali bahwa kalau Jokowi ini dengan bantuan kita berani mengakhiri enggak usah diperpanjang lagi maka ini Freeport adalah tambang babon, besar sekali, kalau Freeport selesai, yang kecil-kecil lebih gampang lagi. Cuma ini batu ujiannya beranikah Jokowi. Jawaban saya fifty-fifty.
Mengapa di setiap rezim selalu begitu, bagaimana optimisme di era Jokowi ini dalam persoalan Freeport?
Saya melihatnya begini… ini memang setiap presiden. Ini contohnya di Amerika, apalagi, setiap presiden entah itu Demokrat atau Republik, itu punya utang dana kampanye kepada korporasi. Kepada Exxon, kepada Chevron, kepada segala macam itu, sehingga dapat dikatakan apakah itu George Bush atau Bill Clinton atau Obama atau nanti misalnya Hillary Clinton bahkan Donald Trump apalagi, itu akan tunduk kepada kekuatan korporasi yang mendanai pilpres.
Ini ada bukti yang paling mutakhir bahwa selama sekian lama kita didera dengan kebakaran hutan yang membuat kita menjadi bangsa yang sangat malu. Kemudian ada pemerintahan Jokowi diamini oleh semua kalangan, para perusahaan kayu penebang hutan itu harus dicari, dibawa ke meja hukum karena mereka bertanggung jawab telah membakar hutan secara sistematik sengaja.
Nah, kemudian sekarang, (masalah) itu sudah menjadi nyanyian masa lalu. Karena para pengusaha kayu itu datang ke tim kampanye pemenangan Jokowi. ‘Pak kita dulu kan membantu, Pak (saat pilpres), oiya iya sudah selesai (kasus pembakaran hutannya)’. Saya enggak menyalahkan Jokowi, itu semua memang seperti itu. Nah sekarang saya kira tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada presiden-presiden sebelumnya, itu memang permainan global kayak begitu.
Amerika saja sebagai dedengkotnya demokrasi, itu orang-orang di Capitol Hill menjadi pelobi-pelobi untuk mengamankan pajak korporasi, untuk fasilitas ini dan itu. Sehingga sesungguhnya Gedung Putih itu, diisi kulit hitam atau putih, diisi laki atau perempuan nanti, diisi oleh Demokrat atau Republik, itu sami mawon karena akan tabik kepada Israel, akan sujud kepada Tel Aviv, dan akan membongkok kepada kepentingan korporasi besar itu.
0 Response to "Amien Rais: Freeport, Negara di dalam Negara (2)"
Posting Komentar