Video Said Aqil Siradj Anggap Rasulullah Hijrah karena Ingin Punya Tanah Air
Beredar video Said Aqil Siradj (SAS) Ketum PBNU Ceramah Maulid 11 Januari 2015 di Sidoarjo
Jawa Timur. Dalam ceramahnya, SAS mengatakan, Mengapa Rasulullah
mati-matian hijrah pindah dari Makkah ke Yatsrib Madinah…, karena ingin
punya tanah air. (lihat menit ke 29.02 dst).
Ceramah SAS di acara Maulid di PP Ahlus Shofa wal Wafa Sumo Ketawang Wono Ayu Sidoarjo Jawa Timur itu dapat diakses di link ini:
https://www.youtube.com/watch?feature=player_detailpage&v=KcLdtRujRig
Di
antara isi ceramah itu terdapat fitnah yang tampaknya perlu
dipertanggung jawabkan, memojokkan lembaga-lembaga Islam di berbagai
kota dengan isu negatif. Hingga SAS menyebut sebuah yayasan yang
dikatakan dipimpin oleh seorang yang kemudian dipenjara; padahal apa
yang diucapkan SAS itu tidak sesuai kenyataan, dan sudah pernah dibantah
di media. Rupanya SAS tidak kapok membuat fitnah murahan semacam itu.
Tampaknya SAS mengulangi ceramah basinya yang telah diberitakan:
Kayak Bocah Bercerita Gendruwo Saja, Said Agil Siradj Menuding Yayasan-yayasan Islam
By nahimunkar.com on 7 December 2011 https://www.nahimunkar.com/kayak-bocah-bercerita-gendruwo-saja-said-agil-siradj-menuding-yayasan-yayasan-islam/
Padahal, ceramah itu sudh dibantah berbagai pihak di antaranya:
Yayasan Al-Sofwa: Kami menyesalkan Pernyataan DR. Said Aqil Siradj
By nahimunkar.com on 10 September 2013
Kami
menyesalkan atas apa yang disampaikan DR. Said Aqil Siradj, yang
menganggap kami adalah lembaga penebar benih radikal dan teror yang
mengajarkan doktrin pengeboman di Indonesia. Dan kami menyayangkan bahwa
orang sekaliber Pak Said memperoleh data yang sangat jauh dari
kenyataan dan apalagi disiarkan ke media massa tanpa tabayyun (klarifikasi) terlebih dahulu.
Sebagai
pemimpin Umat Pak Said seharusnya berhati-hati dalam bertutur kata
sehingga tidak terjerumus ke dalam perkataan dusta dan penyebaran berita
bohong. Tutur kata yang tidak bijak dan penyampaian berita yang tidak
benar dapat mengancam terjadinya perpecahan umat dan pada akhirnya akan
memecah kerukunan dan membahayakan persatuan bangsa dan negara
Indonesia. https://www.nahimunkar.com/yayasan-al-sofwa-kami-menyesalkan-pernyataan-dr-said-aqil-siradj/
DR Ainul Haris: Said Aqil Siradj Ketua Umum NU Sebar Fitnah
By nahimunkar.com on 3 September 2013
Umar
Abduh: Tuding 12 Yayasan Salafi Wahabi Cikal Bakal Teroris, Said Aqil
Munafik Sebut Yayasan Nida’ul Fithrah Cikal Bakal Teroris, Said Aqil
Sebar Fitnah
Menyayangkan dirinya belum lahir untuk membela Syekh Siti Jenar
Di
samping itu, (maaf dengan sombongnya) SAS dalam video ceramah di
Sidoarjo Jatim itu mengemukakan tekadnya membela Syekh Siti Jenar.
Dikatakan,
Syekh Siti Jenar divonis harus dipancung, harus dibunuh oleh Sunan
Kudus karena berkata “AnalLah”, aku adalah Allah. SAS menyayangkan, saat
itu dirinya belum lahir, kalau sudah, maka akan jadi advokatnya,
pembelanya Syekh Siti Jenar. (Lihat menit ke 35 dst).
Bagi
yang faham Tarikh Islam, ungkapan SAS yang menentang keputusan Wali
(Ulama) itu tampak mendudukkan diri pada jajaran berseberangan dengan
para Ulama pewaris para Nabi. Padahal SAS memimpin NU yang dari segi
namanya seharusnya berada di barisan ulama. Karena NU (Nahdlatul Ulama)
maknanya adalah kebangkitan ulama. Kenapa justru memprovokasi untuk
duduk berseberangan dengan Wali yakni Ulama?
Dalam
sejarahnya, orang-orang yang divonis mati oleh para ulama itu karena
pendapatnya merusak Islam. Kini ada orang (SAS) yang menyayangkan
dirinya lahir terlambat hingga tidak bisa membela Syekh Siti Jenar yang
divonis mati oleh Sunan Kudus karena ucapan Syekh Siti Jenar AnalLah
(aku adalah Allah). Padahal, orang-orang sesat sebelumnya yang dibunuh
oleh para Ulama karena pendapatnya yang merusak Islam juga ada, sehingga
dengan membela Syekh Siti Jenar itu berarti SAS sama dengan membela
perusak Islam sebelumnya yang dibunuh pula oleh para ulama; sekaligus
memprovokasi untuk berseberangan dengan para ulama. Berikut ini di
antara uraian sejarahnya.
Dibunuh karena pendapatnya merusak Islam
Orang
yang menciptakan dan menyebarkan pendapat yang merusak/ menghina,
mengingkari ataupun menyelewengkan Islam ternyata dalam sejarah Islam
pun dibunuh.
Jahm bin Shofwan As-Samarkandi adalah orang yang sesat, pembuat bid’ah, pemimpin aliran sesat Jahmiyah. Ia mati (dibunuh) pada masa tabi’in kecil (belakangan). Ibnu Hajar Al-‘Asqolani mengatakan dalam kitabnya, Lisanul Mizan, “Saya tidak mengetahui dia (Jahm) meriwayatkan sesuatu tetapi dia menanam keburukan yang besar, titik.” Jahm bin Shofwan telah dibunuh pada tahun 128H .[ Ibnu Hajar Al-‘Asqolani, Lisanul Mizan, juz 2, halaman 142.]
Ibnu Abi Hatim mengeluarkan riwayat dari jalan Muhammad bin Shalih maula (bekas budak) Bani Hasyim, ia berkata, Salm (bin Ahwaz) berkata ketika menangkap Jahm, “Wahai Jahm, sesungguhnya aku tidak membunuhmu karena kamu memerangiku (memberontakku). Kamu bagiku lebih sepele dari itu, tetapi aku telah mendengar kamu berkata dengan perkataan yang kamu telah memberikan janji kepada Allah agar aku tidak memilikimu kecuali membunuhmu”. Maka ia (Salm bin Ahwaz) membunuhnya.
Dan riwayat dari jalan Mu’tamir bin Sulaiman dari Halad At-Thafawi, bahwa telah sampai khabar kepada Salm bin Ahwaz sedangkan ia (Salim) di atas kepolisian Khurasan, (beritanya adalah): Jahm bin Shofwan mengingkari bahwa Allah telah berbicara kepada Musa dengan sebenar-benarnya bicara, maka ia (Salm bin Ahwaz) membunuhnya (Jahm bin Shofwan)..
Riwayat dari jalan Bakir bin Ma’ruf, ia berkata, Saya melihat Salm bin Ahwaz ketika memukul leher (membunuh) Jahm maka menghitamlah wajah Jahm.[ Ibnu Hajar al-‘Asqolani, Fat-hul Bari, juz 13, halaman 346.]
Jahm bin Shofwan As-Samarkandi adalah orang yang sesat, pembuat bid’ah, pemimpin aliran sesat Jahmiyah. Ia mati (dibunuh) pada masa tabi’in kecil (belakangan). Ibnu Hajar Al-‘Asqolani mengatakan dalam kitabnya, Lisanul Mizan, “Saya tidak mengetahui dia (Jahm) meriwayatkan sesuatu tetapi dia menanam keburukan yang besar, titik.” Jahm bin Shofwan telah dibunuh pada tahun 128H .[ Ibnu Hajar Al-‘Asqolani, Lisanul Mizan, juz 2, halaman 142.]
Ibnu Abi Hatim mengeluarkan riwayat dari jalan Muhammad bin Shalih maula (bekas budak) Bani Hasyim, ia berkata, Salm (bin Ahwaz) berkata ketika menangkap Jahm, “Wahai Jahm, sesungguhnya aku tidak membunuhmu karena kamu memerangiku (memberontakku). Kamu bagiku lebih sepele dari itu, tetapi aku telah mendengar kamu berkata dengan perkataan yang kamu telah memberikan janji kepada Allah agar aku tidak memilikimu kecuali membunuhmu”. Maka ia (Salm bin Ahwaz) membunuhnya.
Dan riwayat dari jalan Mu’tamir bin Sulaiman dari Halad At-Thafawi, bahwa telah sampai khabar kepada Salm bin Ahwaz sedangkan ia (Salim) di atas kepolisian Khurasan, (beritanya adalah): Jahm bin Shofwan mengingkari bahwa Allah telah berbicara kepada Musa dengan sebenar-benarnya bicara, maka ia (Salm bin Ahwaz) membunuhnya (Jahm bin Shofwan)..
Riwayat dari jalan Bakir bin Ma’ruf, ia berkata, Saya melihat Salm bin Ahwaz ketika memukul leher (membunuh) Jahm maka menghitamlah wajah Jahm.[ Ibnu Hajar al-‘Asqolani, Fat-hul Bari, juz 13, halaman 346.]
Hadits-hadits tentang
suruhan membunuh orang yang menghina Islam, menghalalkan dibunuhnya
orang yang menghina Islam, dan disertai praktek yang dilakukan oleh
sahabat-sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah jelas. Praktek
itu dilakukan pula oleh kalangan tabi’in. Generasi selanjutnya pun
mempraktekkannya, hingga Al-Hallaj, tokoh tasawuf sesat dibunuh di Baghdad tahun 309H/ 922M atas keputusan para ulama, karena Al-Hallaj mengatakan anal haqq (aku adalah al-haq/ Allah).
Lontaran pendapat Al-Hallaj itu merusak Islam, maka dihukumi dengan
hukum bunuh. Maka walaupun ada orang-orang yang mengingkari semua itu,
namun kebenaran hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , praktek para
sahabat, tabi’in dan para ulama berikutnya telah membuktikannya.
Hukum Bunuh atas Orang yang Menghina Islam, Allah, dan Rasul-Nya.
Ka’b bin Al-Asyraf dibunuh karena ia telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya,
1069 حَدِيثُ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لِكَعْبِ بْنِ الْأَشْرَفِ فَإِنَّهُ قَدْ آذَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتُحِبُّ أَنْ أَقْتُلَهُ قَالَ نَعَمْ قَالَ ائْذَنْ لِي فَلْأَقُلْ قَالَ قُلْ فَأَتَاهُ فَقَالَ لَهُ وَذَكَرَ مَا بَيْنَهُمَا وَقَالَ إِنَّ هَذَا الرَّجُلَ قَدْ أَرَادَ صَدَقَةً وَقَدْ عَنَّانَا فَلَمَّا سَمِعَهُ قَالَ وَأَيْضًا وَاللَّهِ لَتَمَلُّنَّهُ قَالَ إِنَّا قَدِ اتَّبَعْنَاهُ الْآنَ وَنَكْرَهُ أَنْ نَدَعَهُ حَتَّى نَنْظُرَ إِلَى أَيِّ شَيْءٍ يَصِيرُ أَمْرُهُ قَالَ وَقَدْ أَرَدْتُ أَنْ تُسْلِفَنِي سَلَفًا قَالَ فَمَا تَرْهَنُنِي قَالَ مَا تُرِيدُ قَالَ تَرْهَنُنِي نِسَاءَكُمْ قَالَ أَنْتَ أَجْمَلُ الْعَرَبِ أَنَرْهَنُكَ نِسَاءَنَا قَالَ لَهُ تَرْهَنُونِي أَوْلَادَكُمْ قَالَ يُسَبُّ ابْنُ أَحَدِنَا فَيُقَالُ رُهِنَ فِي وَسْقَيْنِ مِنْ تَمْرٍ وَلَكِنْ نَرْهَنُكَ اللَّأْمَةَ يَعْنِي السِّلَاحَ قَالَ فَنَعَمْ وَوَاعَدَهُ أَنْ يَأْتِيَهُ بِالْحَارِثِ وَأَبِي عَبْسِ بْنِ جَبْرٍ وَعَبَّادِ بْنِ بِشْرٍ قَالَ فَجَاءُوا فَدَعَوْهُ لَيْلًا فَنَزَلَ إِلَيْهِمْ قَالَ سُفْيَانُ قَالَ غَيْرُ عَمْرٍو قَالَتْ لَهُ امْرَأَتُهُ إِنِّي لَأَسْمَعُ صَوْتًا كَأَنَّهُ صَوْتُ دَمٍ قَالَ إِنَّمَا هَذَا مُحَمَّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ وَرَضِيعُهُ وَأَبُو نَائِلَةَ إِنَّ الْكَرِيمَ لَوْ دُعِيَ إِلَى طَعْنَةٍ لَيْلًا لَأَجَابَ قَالَ مُحَمَّدٌ إِنِّي إِذَا جَاءَ فَسَوْفَ أَمُدُّ يَدِي إِلَى رَأْسِهِ فَإِذَا اسْتَمْكَنْتُ مِنْهُ فَدُونَكُمْ قَالَ فَلَمَّا نَزَلَ نَزَلَ وَهُوَ مُتَوَشِّحٌ فَقَالُوا نَجِدُ مِنْكَ رِيحَ الطِّيبِ قَالَ نَعَمْ تَحْتِي فُلَانَةُ هِيَ أَعْطَرُ نِسَاءِ الْعَرَبِ قَالَ فَتَأْذَنُ لِي أَنْ أَشُمَّ مِنْهُ قَالَ نَعَمْ فَشُمَّ فَتَنَاوَلَ فَشَمَّ ثُمَّ قَالَ أَتَأْذَنُ لِي أَنْ أَعُودَ قَالَ فَاسْتَمْكَنَ مِنْ رَأْسِهِ ثُمَّ قَالَ دُونَكُمْ قَالَ فَقَتَلُوهُ *.
Dari Jaabir bin
‘Abdillah radliyallaahu ‘anhuma, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Siapakah yang akan (mencari) Ka’b bin
Al-Asyraf. Sesungguhnya ia telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya “.
Muhammad bin Maslamah pun segera bangkit berdiri dan berkata : “Wahai
Rasulullah, apakah engkau suka jika aku membunuhnya ?”. Beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Benar”. Maka Muhammad bin
Maslamah berkata : “Ijinkanlah aku membuat satu strategi (tipu
muslihat)”. Beliau menjawab : “Lakukanlah !”.
Kemudian Muhammad bin Maslamah mendatangi Ka’b bin Al-Asyraf dan berkata kepadanya : “Sesungguhnya laki-laki ini (maksudnya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam) meminta kepada kita shadaqah. Sungguh, ia telah menyulitkan kita. Dan aku (sekarang) mendatangimu untuk meminjam kepadamu”. Maka Ka’b menjawab : “Aku pun juga demikian ! Demi Allah, sungguh engkau akan merasa jemu kepadanya”. Ibnu Maslamah berkata : “Sesungguhnya kamu telah mengikutinya dan kami tidak akan meninggalkannya hingga kami melihat bagaimana keadaan yang ia alami kelak. Dan sesungguhnya kami berkeinginan agar engkau sudi meminjami kami satu atau dua wasaq makanan”. Ka’b berkata : “Ya, tapi hendaknya engkau menggadaikan sesuatu kepadaku”. Ibnu Maslamah dan kawan-kawannya bertanya : “Jaminan apa yang engkau inginkan ?”. Ka’b menjawab : “Hendaknya engkau menggadaikan wanita-wanita kalian”. Mereka berkata : “Bagaimana kami bisa menggadaikan wanita-wanita kami kepadamu sementara engkau adalah laki-laki ‘Arab yang paling tampan”. Ka’b berkata : (Kalau begitu), gadaikanlah anak-anak kalian”. Mereka berkata : “Bagaimana kami bisa menggadaikan anak-anak kami, lantas akan dicaci salah seorang di antara mereka dengan mengatakan : ‘ia digadaikan dengan satu wasaq atau dua wasaq makanan’ ? Yang demikian itu akan membuat kami cemar. Akan tetapi kami akan menggadaikan senjata kami”. Maka Ka’b membuat perjanjian dengan Ibnu Maslamah agar ia (Ibnu Maslamah) mendatanginya (pada hari yang ditentukan). Maka Ibnu Maslamah pun mendatanginya pada suatu malam bersama Abu Naailah – ia adalah saudara sepersusuan Ka’b. Mereka berdua pun memanggil Ka’b untuk datang ke tempat senjata yang digadaikan. Ka’b pun memenuhi panggilan mereka. Istri Ka’b bertanya kepada Ka’b : “Mau pergi kemana malam-malam begini ?”. Ka’b menjawab : “Ia hanyalah Muhammad bin Maslamah dan saudaraku Abu Naailah”. Istrinya berkata : “Sungguh aku mendengar suara bagaikan tetesan darah”. Ka’b berkata : “Dia itu saudaraku Muhammad bin Maslamah dan saudara sepersusuanku Abu Naailah. Sesungguhnya seorang dermawan jika ia dipanggil di malam hari meskipun untuk ditikam, ia akan tetap memenuhinya”. Muhammad bin Maslamah masuk ke tempat yang telah ditentukan bersama dua orang laki-laki. Ia (Ibnu Maslamah) berkata kepada mereka berdua : “Jika Ka’b datang, maka aku akan mengucapkan sya’ir kepadanya, dan menciumnya. Jika kalian melihat aku sudah menyentuh kepalanya, maka pukullah ia”. Muhammad bin Maslamah juga berkata : “Kemudin aku juga akan menyilakan kalian menciumnya pula”. Ka’b pun datang kepada mereka dengan pakaian yang indah dan bau yang harum semerbak. Muhammad bin Maslamah berkata : “Aku belum pernah mencium bau yang lebih harum dibandingkan hari ini”. Ia menjawab : “Aku memang mempunyai istri yang paham dengan minyak wangi yang paling unggul, dan ia adalah orang Arab yang paling baik”. Muhammad bin Maslamah berkata : “Apakah engkau mengijinkan aku untuk mencium kepalamu ?”. Ka’b menjawab : “Ya, silakan”. Maka ia pun mencium kepala Ka’b, yang kemudian diikuti dua orang temannya yang ikut mencium kepalanya pula. Muhammad bin Maslamah kembali berkata : “Apakah engkau mengijinkan aku untuk mencium kepalamu lagi ?”. Ka’b menjawab : “Ya”. Ketika ia memegang kepala Ka’b, ia pun berkata kepada dua orang temannya : “Bunuhlah ia !”. Maka mereka pun membunuhnya. Setelah itu, mereka mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan mengkhabarkan perihal Ka’b bin Al-Asyraf” (Muttafaq ‘alaih/ HR. Al-Bukhari no. 4037. Diriwayatkan juga oleh Muslim no. 1801].
Kemudian Muhammad bin Maslamah mendatangi Ka’b bin Al-Asyraf dan berkata kepadanya : “Sesungguhnya laki-laki ini (maksudnya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam) meminta kepada kita shadaqah. Sungguh, ia telah menyulitkan kita. Dan aku (sekarang) mendatangimu untuk meminjam kepadamu”. Maka Ka’b menjawab : “Aku pun juga demikian ! Demi Allah, sungguh engkau akan merasa jemu kepadanya”. Ibnu Maslamah berkata : “Sesungguhnya kamu telah mengikutinya dan kami tidak akan meninggalkannya hingga kami melihat bagaimana keadaan yang ia alami kelak. Dan sesungguhnya kami berkeinginan agar engkau sudi meminjami kami satu atau dua wasaq makanan”. Ka’b berkata : “Ya, tapi hendaknya engkau menggadaikan sesuatu kepadaku”. Ibnu Maslamah dan kawan-kawannya bertanya : “Jaminan apa yang engkau inginkan ?”. Ka’b menjawab : “Hendaknya engkau menggadaikan wanita-wanita kalian”. Mereka berkata : “Bagaimana kami bisa menggadaikan wanita-wanita kami kepadamu sementara engkau adalah laki-laki ‘Arab yang paling tampan”. Ka’b berkata : (Kalau begitu), gadaikanlah anak-anak kalian”. Mereka berkata : “Bagaimana kami bisa menggadaikan anak-anak kami, lantas akan dicaci salah seorang di antara mereka dengan mengatakan : ‘ia digadaikan dengan satu wasaq atau dua wasaq makanan’ ? Yang demikian itu akan membuat kami cemar. Akan tetapi kami akan menggadaikan senjata kami”. Maka Ka’b membuat perjanjian dengan Ibnu Maslamah agar ia (Ibnu Maslamah) mendatanginya (pada hari yang ditentukan). Maka Ibnu Maslamah pun mendatanginya pada suatu malam bersama Abu Naailah – ia adalah saudara sepersusuan Ka’b. Mereka berdua pun memanggil Ka’b untuk datang ke tempat senjata yang digadaikan. Ka’b pun memenuhi panggilan mereka. Istri Ka’b bertanya kepada Ka’b : “Mau pergi kemana malam-malam begini ?”. Ka’b menjawab : “Ia hanyalah Muhammad bin Maslamah dan saudaraku Abu Naailah”. Istrinya berkata : “Sungguh aku mendengar suara bagaikan tetesan darah”. Ka’b berkata : “Dia itu saudaraku Muhammad bin Maslamah dan saudara sepersusuanku Abu Naailah. Sesungguhnya seorang dermawan jika ia dipanggil di malam hari meskipun untuk ditikam, ia akan tetap memenuhinya”. Muhammad bin Maslamah masuk ke tempat yang telah ditentukan bersama dua orang laki-laki. Ia (Ibnu Maslamah) berkata kepada mereka berdua : “Jika Ka’b datang, maka aku akan mengucapkan sya’ir kepadanya, dan menciumnya. Jika kalian melihat aku sudah menyentuh kepalanya, maka pukullah ia”. Muhammad bin Maslamah juga berkata : “Kemudin aku juga akan menyilakan kalian menciumnya pula”. Ka’b pun datang kepada mereka dengan pakaian yang indah dan bau yang harum semerbak. Muhammad bin Maslamah berkata : “Aku belum pernah mencium bau yang lebih harum dibandingkan hari ini”. Ia menjawab : “Aku memang mempunyai istri yang paham dengan minyak wangi yang paling unggul, dan ia adalah orang Arab yang paling baik”. Muhammad bin Maslamah berkata : “Apakah engkau mengijinkan aku untuk mencium kepalamu ?”. Ka’b menjawab : “Ya, silakan”. Maka ia pun mencium kepala Ka’b, yang kemudian diikuti dua orang temannya yang ikut mencium kepalanya pula. Muhammad bin Maslamah kembali berkata : “Apakah engkau mengijinkan aku untuk mencium kepalamu lagi ?”. Ka’b menjawab : “Ya”. Ketika ia memegang kepala Ka’b, ia pun berkata kepada dua orang temannya : “Bunuhlah ia !”. Maka mereka pun membunuhnya. Setelah itu, mereka mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan mengkhabarkan perihal Ka’b bin Al-Asyraf” (Muttafaq ‘alaih/ HR. Al-Bukhari no. 4037. Diriwayatkan juga oleh Muslim no. 1801].
(Dikutip dari buku Hartono Ahmad Jaiz berjudul Menangkal Bahaya JIL dan FLA terbitan Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2004).
Ketika
pendusta dan penyebar fitnah serta pembela kesesatan justru diangkat
jadi pemimpin, juga diminta ceramah sana-sini, apakah orang-orang NU
yang dikenal dengan sebutan Nahdliyin serta bahkan mengaku seolah yang
ahlussunnah wal jama’ah itu hanya mereka atau yang sejelan dengan
mereka, apakah tidak ingat ada ancaman hadits ini?
Bahaya Menyerahkan Urusan kepada yang Bukan Ahlinya Apalagi Pengkhianat
Ada Hadits idza wusidal amru dan juga hadits mengenai tahun-tahun banyak tipuan
Hadits
tentang bahaya menyerahkan urusan kepada yang bukan ahlinya, telah
ditegaskan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ( البخاري)
“Idzaa
wussidal amru ilaa ghoiri ahlihi fantadziris saa’ah.” Apabila perkara
diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah kiamat. (HR
Al-Bukhari dari Abi Hurairah).
Al-Munawi dalam kitab Faidhul Qadir menjelaskan:
Apabila hukum yang berkaitan dengan agama seperti kekhalifahan dan
rangkaiannya berupa kepemimpinan, peradilan, fatwa, pengajaran dan
lainnya diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, yakni apabila
(pengelolaan urusan) perintah dan larangan diserahkan kepada yang bukan
ahlinya, maka tunggulah kiamat, sebab hal itu sudah datang
tanda-tandanya. Ini menunjukkan dekatnya kiamat, sebab menyerahkan
urusan dalam hal amar (perintah) dan nahi (larangan)
kepada yang tidak amanah, rapuh agamanya, lemah Islamnya, dan
(mengakibatkan) merajalelanya kebodohan, hilangnya ilmu dan lemahnya
ahli kebenaran untuk pelaksanaan dan penegakannya, maka itu adalah
sebagian dari tanda-tanda kiamat. (Al-Munawi, Faidhul Qadir, juz 1, Darul Fikr, Beirut, cetakan 1, 1416H/ 1996M, hal 563-564).
Ada
peringatan yang perlu diperhatikan pula, yaitu keadaan lebih buruk lagi
di mana pendusta justru dipercaya sedang yang jujur justru didustakan,
lalu pengkhianat malah dipercaya. Dan di sana berbicaralah ruwaibidhah,
yaitu Orang yang bodoh (tetapi) berbicara mengenai urusan umum. Itulah
yang diperingatkan dalam Hadits:
حَدِيث
أَنَس ” أَنَّ أَمَام الدَّجَّال سُنُونَ خَدَّاعَات يُكَذَّب فِيهَا
الصَّادِق وَيُصَدَّق فِيهَا الْكَاذِب وَيُخَوَّن فِيهَا الْأَمِين
وَيُؤْتَمَن فِيهَا الْخَائِن وَيَتَكَلَّم فِيهَا الرُّوَيْبِضَة ”
الْحَدِيث أَخْرَجَهُ أَحْمَد وَأَبُو يَعْلَى وَالْبَزَّار وَسَنَده
جَيِّد , وَمِثْله لِابْنِ مَاجَهْ مِنْ حَدِيث أَبِي هُرَيْرَة وَفِيهِ ”
قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَة ؟ قَالَ الرَّجُل التَّافِه يَتَكَلَّم فِي
أَمْر الْعَامَّة “( فتح الباري).
Hadits
Anas: Sesungguhnya di depan Dajjal ada tahun-tahun banyak tipuan –di
mana saat itu– orang jujur didustakan, pembohong dibenarkan, orang yang
amanah dianggap khianat, orang yang khianat dianggap amanah, dan di sana
berbicaralah Ruwaibidhoh. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, apa itu Ruwaibidhoh? Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Orang yang bodoh (tetapi)
berbicara mengenai urusan orang banyak/ umum. (Hadits dikeluarkan oleh
Imam Ahmad, Abu Ya’la, dan Al-Bazzar, sanadnya jayyid/ bagus. Dan juga
riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah. Lihat Kitab Fathul Bari, juz 13 halaman 84 ).
(nahimunkar.com)
0 Response to "said agil"
Posting Komentar