Selasa, 16 Februari 2016
Sungguh heran melihat kelakuan Media yang katanya besar-besar, terpercaya, akurat dan bla bla bla.
Saat FPI menggerebek tempat-tempat yang kerap dijadikan ajang maksiat seperti perjudian, Prostitusi, Miras dan sebagainya, Media sekuler secara kompak ramai-ramai menuduh bahwa FPI brutal, melanggar undang-undang, main hakim sendiri, tidak pancasilais, dan berbagai macam tuduhan keji lainnya.
Ketika FPI berhadapan dengan preman yang membackingi tempat maksiat, tersiar kabar dimana-mana bahwa FPI bentrok dengan warga karena warga resah dengan aksi FPI.
Ketika FPI berdemo, beraudensi dan melakukan protes kepada pemerintah atas keberadaan tempat pelacuran atau menuntut kepada pemerintah agar menutup lokalisasi dan tempat-tempat maksiat lainnya, Media kembali beraksi dengan membangun opini bahwa FPI telah memutus mata pencaharian orang. FPI pula yang harus siap dipersalahkan bila mana para pelacur, germo dan para pengais rezeki dari lokalisasi akhirnya kehilangan penghasilan untuk menghidupi keluarganya.
Sekarang giliran Ahok yang merencanakan untuk membabat habis lokalisasi kali jodoh, sikap media berbalik arah. Semua ramai-ramai, kompak, serentak mengelu-elukan sosok gubernur DKI itu. Anehnya, lagi-lagi momen ini kembali dijadikan senjata oleh media sebagai upaya pembusukan nama FPI.
Terlihat dari pemberitaan beberapa media sekuler belakangan ini jelas menggambarkan bahwa Ahok adalah sosok pemimpin yang tegas, pemberani bak super hero dalam menghadapi para preman yang turut mengais rupiah dari tempat yang katanya beromzet milyaran rupiah perhari tersebut, sedangkan FPI digambarkan sebagai gerombolan pecundang yang ketakutan, ciut nyali dan kalang kabut dalam menghadapi para preman kali jodo.
Dan anehnya, media-media yang kerap menyudutkan FPI hampir tidak sedikitpun menyinggung tentang dampak penggusuran lokalisasi tersebut bagi para PSK, mucikari dan orang-orang yang menggantungkan urusan perut di ajang prostitusi kali jodoh.
Seolah media-media sekuler hendak melakukan gempuran opini lewat berita-berita yang diterbitkan bahwa FPI ketika berhadapan dengan siapapun dan dengan cara apapun selalu berada di pihak yang salah. Sebaliknya, si Ahok ketika berhadapan dengan siapapun dan dengan cara apapun, dia selalu berada di pihak yang benar.
Mengenai sikap media sekuler yang kerap menyudutkan umat Islam khususnya FPI, dalam salah satu kesempatan Habib Rizieq Syihab, mantan ketua umum yang saat ini menjabat sebagai Imam Besar FPI pernah mengungkapkan bahwa sudah beberapa tahun yang lalu ada wartawan dari berbagai media datang kepada Habib Rizieq untuk dilibatkan dalam rangkaian lankah-langkah FPI dalam upaya menuntut tempat maksiat.
"Habib, kalau nama FPI mau bagus, ajak-ajak kita dong". Ungkap Imam Besar FPI menirukan wartawan media.
Kala itu FPI tanpa merasa curiga mengabulkan para awak media untuk turut serta dalam menempuh serentetan langkah-langkah prosedural dari mulai surat menyurat ke lurah, camat, wali kota, gubernur hingga presiden sebagai upaya menutup tempat maksiat. Kebetulan FPI DKI tengah menangani sebuah tempat perjudian yang berdiri di atas tanah Pemda DKI di Pluit, Jakarta Utara.
Langkah-langkah prosedural yang dilakukan FPI tidaklah singkat, selama tak kurang dari satu tahun FPI melakukan aksi prosedural mendorong pemerintah agar menutup tempat perjudian tersebut. Namun dalam kurun waktu satu tahun itu upaya FPI selalu menemui kegagalan karena ada kekuatan ormas-ormas, oknum aparat yang memback-up tempat tersebut.
Akhirnya terjadilah apa yang terjadi. Setelah segala cara prosedural mengalami kebuntuan datanglah waktu dimana FPI harus turun langsung ke lapangan sehingga benturan fisik antara FPI dengan preman-preman backing tempat perjudian itupun tak terelakkan. Anehnya, para wartawan yang turut mengawal kronologi dari awal hingga akhir peristiwa seakan tidak memberitakan apa yang sesungguhnya terjadi.
"Yang menarik, saat kejadian wartawan ada, ada Laskar FPI lagi dibacok sama preman, dishoot oleh wartawan, ada juga preman yang dihantam sama Laskar FPI juga dishoot oleh mereka (wartawan)." Ungkap Habib Rizieq dalam forum dialog bersama para pendeta, Misionaris dan ratusan Umat Kristiani pada tahun 2006 silam.
Habib Rizieq menambahkan, apa yang ditayangkan di televisi tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Dalam pemberitaan di televisi, dilabarkan bahwa FPI bentrok dengan warga, dan yang muncul dalam tayangan hanya adegan Laskar FPI tengah memukul preman yang disebut oleh media adalah warga.
"Pagi dini hari tadi Laskar FPI terlibat bentrok dengan warga sekitar, massa FPI terlihat menyerang warga dengan membabi buta." Kata Habib Rizieq menirukan presenter pembawa berita televisi.
"Mana yang mereka (preman) hantam kita (FPI)? Mana yang mereka tembak kita? Mana yang mereka nyerbu duluan?" Lanjut beliau.
Pasca kejadian tersebut, seluruh wartawan yang terlibat dalam peliputan kasus tersebut dipanggil ke markas FPI untuk diminta klarifikasi dan jawaban mereka sangat mencengangkan.
"Apa jawab mereka (wartawan)? Menurut kami dan pimpinan, kalau ada preman bacok orang itu biasa Bib, bukan berita. Tapi kalau ada orang pakai gamis, pakai peci, pakai sorban bacok orang itu baru luar biasa bib, baru berita. Astaghfirullahal azhiim min kulli dzanbin 'azhiim." Habib Rizieq menambahkan seraya mengucap istighfar.
Jadi begitulah media kita. Ada yang objektif, banyak juga yang memberitakan suatu kejadian hanya berdasarkan komersilnya saja.
Untuk itu kami menghimbau kepada masyarakat, cerdaslah dalam mencerna suatu pemberitaan di media. Khususnya bagi anda sesama muslim.
Kalau FPI difitnah, itu sudah menjadi resiko perjuangan dan merupakan suatu keniscayaan. Tapi, jagalah amal ibadah anda, jangan sampai hangus terbakar oleh sifat hasud, prasangka buruk, termakan fitnah atau bahkan turut menyebarkan fitnah terhadap sesama Umat Islam yang sedang berjuang karena sebab pengaruh berita-berita di media.
Sumber: Fanpage FPI Kultural
0 Response to "Kali Jodoh dan Media Bodoh "
Posting Komentar