Selasa, 16 Februari 2016 / 07:19 WIB
JAKARTA. Bisnis pertambangan masih merangkak
pada tahun ini. Perlambatan ekonomi Tiongkok mengakibatkan prospek saham
komoditas dalam jangka pendek dan menengah masih kelam.
Di Bursa Efek Indonesia, indeks sektor pertambangan menyusut 2,39% sejak awal tahun hingga kemarin atau year to date (ytd). Bahkan dalam setahun terakhir atau year-on-year (yoy), indeks pertambangan anjlok 41,62%.
Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, menilai, sektor komoditas masih tertekan. Saham yang bergerak di hard commodity, seperti timah, nikel dan batubara masih sulit lepas dari tekanan.
Dengan kondisi ekonomi global yang masih melambat, terutama Tiongkok yang belum bisa mencapai pertumbuhan ideal, saham pertambangan belum layak beli. Ekonomi China diprediksi terus melambat selama dua hingga tiga tahun mendatang, Jepang dan Eropa juga cenderung stuck.
"Artinya belum ada peluang bagi sektor tambang untuk naik karena permintaan tak ada," tutur Hans.
Sedangkan Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo menilai, di jangka pendek sektor tambang masih bisa menguat. Saat ini, harga emas mulai rebound disebabkan permintaan meningkat, beberapa emiten di sektor tambang juga mulai berinovasi menyiasati penurunan demand.
Apalagi saat ini harga minyak diprediksi sudah menyentuh bottom line dan ke depan berpotensi menguat. Dus, sektor komoditas akan membaik. Namun, dia melihat sektor batubara masih sulit bergerak lantaran ekonomi Tiongkok belum membaik.
Di tengah tekanan, investor tetap bisa melihat peluang rebound harga saham tambang.Analis First Asia Capital David Sutyanto menilai saham ADRO dan PTBA masih layak dipertimbangkan. Sebab, kedua emiten itu mulai menggarap PLTU untuk menyuplai listrik.
Satrio menilai, PTBA, ADRO dan AKRA masih layak koleksi. Dia memandang saham-saham masih cukup kuat menghadapi pelemahan permintaan. Strategi perseroan juga sudah teruji. Sedangkan Hans tak merekomendasikan saham komoditas, khususnya pertambangan.
Di Bursa Efek Indonesia, indeks sektor pertambangan menyusut 2,39% sejak awal tahun hingga kemarin atau year to date (ytd). Bahkan dalam setahun terakhir atau year-on-year (yoy), indeks pertambangan anjlok 41,62%.
Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, menilai, sektor komoditas masih tertekan. Saham yang bergerak di hard commodity, seperti timah, nikel dan batubara masih sulit lepas dari tekanan.
Dengan kondisi ekonomi global yang masih melambat, terutama Tiongkok yang belum bisa mencapai pertumbuhan ideal, saham pertambangan belum layak beli. Ekonomi China diprediksi terus melambat selama dua hingga tiga tahun mendatang, Jepang dan Eropa juga cenderung stuck.
"Artinya belum ada peluang bagi sektor tambang untuk naik karena permintaan tak ada," tutur Hans.
Sedangkan Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo menilai, di jangka pendek sektor tambang masih bisa menguat. Saat ini, harga emas mulai rebound disebabkan permintaan meningkat, beberapa emiten di sektor tambang juga mulai berinovasi menyiasati penurunan demand.
Apalagi saat ini harga minyak diprediksi sudah menyentuh bottom line dan ke depan berpotensi menguat. Dus, sektor komoditas akan membaik. Namun, dia melihat sektor batubara masih sulit bergerak lantaran ekonomi Tiongkok belum membaik.
Di tengah tekanan, investor tetap bisa melihat peluang rebound harga saham tambang.Analis First Asia Capital David Sutyanto menilai saham ADRO dan PTBA masih layak dipertimbangkan. Sebab, kedua emiten itu mulai menggarap PLTU untuk menyuplai listrik.
Satrio menilai, PTBA, ADRO dan AKRA masih layak koleksi. Dia memandang saham-saham masih cukup kuat menghadapi pelemahan permintaan. Strategi perseroan juga sudah teruji. Sedangkan Hans tak merekomendasikan saham komoditas, khususnya pertambangan.
0 Response to "Menimbang saham tambang yang layak"
Posting Komentar