Jumat, 12 Februari 2016 07:00
Direktur Centre For Budget Analysis (CBA)
Uchok Sky Khadafi mengatakan keputusan pemerintah terus menambah utang
membuat Indonesia berpotensi jadi negara gagal bayar seperti yang
dialami Yunani. Yunani menjadi negara bangkrut setelah tidak mampu
membayar utang sebesar USD 1,7 miliar atau setara Rp 22,7 triliun ke
International Monetary Fund (IMF) yang jatuh tempo 30 Juni 2015 lalu.
"Indonesia bisa menjadi negara gagal karena tidak bisa bayar utang, dan bunga yang akan menguras sumber daya alam sendiri," ujar dia kepada merdeka.com di Jakarta.
Menurut Uchok, pemerintah berpikir menyelamatkan ekonomi dengan menambah utang dari Bank Dunia. Padahal, menambah utang ini justru membuat Indonesia kembali bergantung pada lembaga keuangan internasional.
"Semakin banyak utang, Presiden Jokowi sedang mendorong Indonesia untuk dijajah kembali. Mereka pemerintah berpikir, dengan banyak berutang kepada lembaga donor, maka bisa menyelamatkan kondisi ekonomi sekarang," kata dia.
Anggota Badan Anggaran DPR, Eka Sastra menilai, Indonesia harus secara bertahap melepaskan diri dari lilitan utang, terutama utang luar negeri (ULN). Hal ini untuk mendorong kemandirian bangsa.
"Utang luar negeri perlahan porsinya perlu diturunkan sehingga benar-benar tercipta kemandirian, dengan buyback untuk surat-surat berharga yang dimiliki asing, misalnya," kata Eka di Jakarta.
Cara lain adalah dengan mendorong peningkatan kemampuan dan daya beli masyarakat agar bisa menabung. Dananya, lanjut Eka, bisa digunakan pemerintah untuk mendorong program-program pembangunan.
"Kita harus mengurangi porsi utang luar negeri, yang dari dalam negeri itu bisa dari saving dan investment," ucap Eka.
Kerap dikritik, membuat kita tentu penasaran apa sebetulnya yang menjadi dasar pemikiran pemerintah tetap berani menambah utang meski perekonomian tengah sulit? Berikut merdeka.com akan merangkum sejumlah penjelasannya.
"Indonesia bisa menjadi negara gagal karena tidak bisa bayar utang, dan bunga yang akan menguras sumber daya alam sendiri," ujar dia kepada merdeka.com di Jakarta.
Menurut Uchok, pemerintah berpikir menyelamatkan ekonomi dengan menambah utang dari Bank Dunia. Padahal, menambah utang ini justru membuat Indonesia kembali bergantung pada lembaga keuangan internasional.
"Semakin banyak utang, Presiden Jokowi sedang mendorong Indonesia untuk dijajah kembali. Mereka pemerintah berpikir, dengan banyak berutang kepada lembaga donor, maka bisa menyelamatkan kondisi ekonomi sekarang," kata dia.
Anggota Badan Anggaran DPR, Eka Sastra menilai, Indonesia harus secara bertahap melepaskan diri dari lilitan utang, terutama utang luar negeri (ULN). Hal ini untuk mendorong kemandirian bangsa.
"Utang luar negeri perlahan porsinya perlu diturunkan sehingga benar-benar tercipta kemandirian, dengan buyback untuk surat-surat berharga yang dimiliki asing, misalnya," kata Eka di Jakarta.
Cara lain adalah dengan mendorong peningkatan kemampuan dan daya beli masyarakat agar bisa menabung. Dananya, lanjut Eka, bisa digunakan pemerintah untuk mendorong program-program pembangunan.
"Kita harus mengurangi porsi utang luar negeri, yang dari dalam negeri itu bisa dari saving dan investment," ucap Eka.
Kerap dikritik, membuat kita tentu penasaran apa sebetulnya yang menjadi dasar pemikiran pemerintah tetap berani menambah utang meski perekonomian tengah sulit? Berikut merdeka.com akan merangkum sejumlah penjelasannya.
0 Response to "4 Penjelasan Pemerintah Jokowi soal manfaat berutang dari asing"
Posting Komentar