Selasa, 9 Februari 2016 21:33
Ada fakta menarik dari Pameran 130 Tahun Surat
Kabar Yang Pernah Terbit di Sumatera Utara (1886-2016) di Universitas
Negeri Medan (Unimed) yang menandai peringatan Hari Pers Nasional,
Selasa (9/2).
Ternyata media cetak yang dikelola dan menyasar kaum perempuan di Sumatera Utara sudah ada sejak 1919.
"Setidaknya pernah ada 6 media kaum perempuan yang ada saat itu di Medan. Sekarang tidak ada satu pun," kata sejarawan Ichwan Azhari.
Di antara surat kabar itu terdapat Perempoean Bergerak yang terbit pada 1919. Kaum perempuan terlibat aktif dalam media yang tercatat pernah dipimpin Parada Harahap itu.
Bahkan ada literatur yang menyebut Rohana Kudus, pemimpin koran perempuan pertama Indonesia, Soenting Melajoe, di Sumatera Barat (1912), pernah memimpin surat kabar ini saat dia pindah ke Lubuk Pakam, Deli Serdang.
Bukan hanya di Kota Medan, perempuan di kota-kota lain di Sumatera Utara juga tak ketinggalan membuat media untuk kaumnya. Di Padang Sidimpuan ada surat kabar Boroe Tapanoeli. Koran ini terbit di Padang Sidimpuan pada 1940.
Media yang dipimpin Awanchatidjah ini terbit tiga kali sebulan. setiap tanggal 10, 20 dan 30. Di salah satu terbitannya yang dipamerkan, ada artikel tentang pentingnya kaum perempuan untuk sekolah.
Di Kota Sibolga, ada Soeara Iboe yang diketahui terbit pada 1932. Surat kabar ini terbit sebulan sekali.
Selain itu, masih ada media perempuan lain yang terbit di Sumatera Utara, seperti 'Keoetamaan Iboe'. Setelah kemerdekaan, ada majalah Dunia Wanita yang didirikan Ani Idrus dan bertahan cukup lama di Kota Medan.
Keberadaan media perempuan membuktikan sudah banyak perempuan berpendidikan di masa itu. Kaum hawa terbukti sudah setara dengan pria dan berani menyuarakan ide-idenya.
Selain surat kabar perempuan, surat kabar yang bersifat kedaerahan juga bermunculan sebelum kemerdekaan. "Ada koran Batak, Karo, Mandailing, Asahan juga punya koran. Ini berarti ada imajinasi baru dalam bernegara ketika itu. Surat kabar menjembataninya," jelas Ichwan.
Bukan hanya media kaum perempuan dan koran kedaerahan, para pendakwah pun tak mau ketinggalan. Ulama banyak yang membuat media sendiri. Ada media 'Menara Islam', 'Al Islam', 'Islam Berdjuang' dan 'Menara'.
Ternyata media cetak yang dikelola dan menyasar kaum perempuan di Sumatera Utara sudah ada sejak 1919.
"Setidaknya pernah ada 6 media kaum perempuan yang ada saat itu di Medan. Sekarang tidak ada satu pun," kata sejarawan Ichwan Azhari.
Di antara surat kabar itu terdapat Perempoean Bergerak yang terbit pada 1919. Kaum perempuan terlibat aktif dalam media yang tercatat pernah dipimpin Parada Harahap itu.
Bahkan ada literatur yang menyebut Rohana Kudus, pemimpin koran perempuan pertama Indonesia, Soenting Melajoe, di Sumatera Barat (1912), pernah memimpin surat kabar ini saat dia pindah ke Lubuk Pakam, Deli Serdang.
Bukan hanya di Kota Medan, perempuan di kota-kota lain di Sumatera Utara juga tak ketinggalan membuat media untuk kaumnya. Di Padang Sidimpuan ada surat kabar Boroe Tapanoeli. Koran ini terbit di Padang Sidimpuan pada 1940.
Media yang dipimpin Awanchatidjah ini terbit tiga kali sebulan. setiap tanggal 10, 20 dan 30. Di salah satu terbitannya yang dipamerkan, ada artikel tentang pentingnya kaum perempuan untuk sekolah.
Di Kota Sibolga, ada Soeara Iboe yang diketahui terbit pada 1932. Surat kabar ini terbit sebulan sekali.
Selain itu, masih ada media perempuan lain yang terbit di Sumatera Utara, seperti 'Keoetamaan Iboe'. Setelah kemerdekaan, ada majalah Dunia Wanita yang didirikan Ani Idrus dan bertahan cukup lama di Kota Medan.
Keberadaan media perempuan membuktikan sudah banyak perempuan berpendidikan di masa itu. Kaum hawa terbukti sudah setara dengan pria dan berani menyuarakan ide-idenya.
Selain surat kabar perempuan, surat kabar yang bersifat kedaerahan juga bermunculan sebelum kemerdekaan. "Ada koran Batak, Karo, Mandailing, Asahan juga punya koran. Ini berarti ada imajinasi baru dalam bernegara ketika itu. Surat kabar menjembataninya," jelas Ichwan.
Bukan hanya media kaum perempuan dan koran kedaerahan, para pendakwah pun tak mau ketinggalan. Ulama banyak yang membuat media sendiri. Ada media 'Menara Islam', 'Al Islam', 'Islam Berdjuang' dan 'Menara'.
0 Response to "Perempuan di Sumatera kelola media cetak sejak awal abad 20"
Posting Komentar