JAKARTA.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akan melakukan kajian atas
penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Jaminan Hari Tua (JHT).
Pasalnya, beleid yang mulai berlaku pada bulan September tahun lalu itu implementasinya melenceng dari semangat untuk perlindungan bagi pekerja setelah pensiun.
"Ya nanti kita akan kaji kembali. Kaji dulu sambil lihat maunya pekerja seperti apa," kata Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Kamis (10/3).
Mengutip data BPJS Ketenagakerjaan, klaim dana JHT paling banyak karena alasan mengundurkan diri atau PHK dengan prosentase 88%. Sementara, untuk klaim JHT karena pekerja memasuki usia pensiun jumlahnya hanya 2%. Sisanya klaim diambil karena alasan meninggal dunia, meninggalkan NKRI, cacat serta penarikan setelah kepesertaan 10 tahun.
Seperti diketahui, dalam peraturan yang baru ini pekerja yang mengundurkan diri atau terkena PHK dapat langsung mencairkan dana simpanannya tanpa harus menunggu dalam periode tertentu seperti kebijakan sebelumnya yakni lima tahun.
Dengan kelonggaran skema pengambilan JHT itu, menurut Hanif sebenarnya pekerja akan dirugikan. Dengan pengambilan dana JHT secara dini tersebut, mengakibatkan hasil pengembangannya tidak akan semakin bertambah besar.
"Kalau JHT diambil, maka yang bersangkutan harus berhenti bekerja. Itu berarti posisi (dana pengelolaan) podidsinya kembali nol lagi," kata Hanif.
Selain itu, pengambilan manfaat JHT dari para pekerja tidak terlalu signifikan. Dengan kepesertaan yang masih baru, maka dana yang diterima pekerja dari pengambilan JHT rata-rata berada dikisaran Rp 2 juta hingga Rp 3 juta.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengatakan akibat implementasi aturan yang baru itu jumlah pekerja yang melakukan klaim JHT membeludak di hampir seluruh kantor cabang dari BPJS Ketenagakerjaan.
Sekedar membandingkan, bila sebelum September 2015 rata-rata jumlah klaim JHT yang terlayani sebanyak 80.000 pengajuan per bulan, namun setelah September 2015 meningkat tajam menjadi 250.000 pengajuan per bulan. Akibat kondisi itu, direksi BPJS Ketenagakerjaan pun mengusulkan perubahan regulasi yakni mengembalikan fungsi dari program JHT.
Selama ini jumlah pekerja yang mengajukan klaim JHT diibaratkan seperti deret ukur, sementara kapasitas BPJS Ketenagakerjaan dalam memberikan layanan seperti deret hitung. Bila kebijakan ini terus dilakukan maka jumlah antrian pekerja yang akan melakukan klaim penerikan dana JHT bakal bertambah besar dan lama.
Pasalnya, beleid yang mulai berlaku pada bulan September tahun lalu itu implementasinya melenceng dari semangat untuk perlindungan bagi pekerja setelah pensiun.
"Ya nanti kita akan kaji kembali. Kaji dulu sambil lihat maunya pekerja seperti apa," kata Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Kamis (10/3).
Mengutip data BPJS Ketenagakerjaan, klaim dana JHT paling banyak karena alasan mengundurkan diri atau PHK dengan prosentase 88%. Sementara, untuk klaim JHT karena pekerja memasuki usia pensiun jumlahnya hanya 2%. Sisanya klaim diambil karena alasan meninggal dunia, meninggalkan NKRI, cacat serta penarikan setelah kepesertaan 10 tahun.
Seperti diketahui, dalam peraturan yang baru ini pekerja yang mengundurkan diri atau terkena PHK dapat langsung mencairkan dana simpanannya tanpa harus menunggu dalam periode tertentu seperti kebijakan sebelumnya yakni lima tahun.
Dengan kelonggaran skema pengambilan JHT itu, menurut Hanif sebenarnya pekerja akan dirugikan. Dengan pengambilan dana JHT secara dini tersebut, mengakibatkan hasil pengembangannya tidak akan semakin bertambah besar.
"Kalau JHT diambil, maka yang bersangkutan harus berhenti bekerja. Itu berarti posisi (dana pengelolaan) podidsinya kembali nol lagi," kata Hanif.
Selain itu, pengambilan manfaat JHT dari para pekerja tidak terlalu signifikan. Dengan kepesertaan yang masih baru, maka dana yang diterima pekerja dari pengambilan JHT rata-rata berada dikisaran Rp 2 juta hingga Rp 3 juta.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengatakan akibat implementasi aturan yang baru itu jumlah pekerja yang melakukan klaim JHT membeludak di hampir seluruh kantor cabang dari BPJS Ketenagakerjaan.
Sekedar membandingkan, bila sebelum September 2015 rata-rata jumlah klaim JHT yang terlayani sebanyak 80.000 pengajuan per bulan, namun setelah September 2015 meningkat tajam menjadi 250.000 pengajuan per bulan. Akibat kondisi itu, direksi BPJS Ketenagakerjaan pun mengusulkan perubahan regulasi yakni mengembalikan fungsi dari program JHT.
Selama ini jumlah pekerja yang mengajukan klaim JHT diibaratkan seperti deret ukur, sementara kapasitas BPJS Ketenagakerjaan dalam memberikan layanan seperti deret hitung. Bila kebijakan ini terus dilakukan maka jumlah antrian pekerja yang akan melakukan klaim penerikan dana JHT bakal bertambah besar dan lama.
0 Response to "Pemerintah akan kaji lagi aturan JHT"
Posting Komentar